Selasa, 19 Februari 2008

Turunan Material Polimer

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan industri polimer umumnya diawali dengan memproduksi homopolimer mulai dari poliolefin, poli vinil khlorida sampai dengan engineering plastics. Setiap polimer mempunyai sifat unggul maupun kelemahan. Berdasar pada sifat-sifat tersebut dan pertimbangan monomer yang tersedia dipasar serta pertimbangan ekonomi, para ahli mulai memikirkan cara untuk meningkatkan kinerja polimer tersebut.
Cara teknik untuk meningkatkan kinerja polimer ada beberapa, antara lain :
1. Kopolimerisasi
Pada prinsipnya merupakan proses reaksi polimerisasi dari 2 jenis monomer atau lebih dalam rangka memperoleh polimer tertentu dengan sifat-sifat yang lebih unggul dari polimer homopolimer sebagai dasarnya. Contoh kopolimer ini antara lain :
1.1. Ethylene Propylene Copolymer (EPC)
Disini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat impact strength dari poly propylene (PP)
1.2. Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS)
Merupakan turunan dari polimer homopolimer polistiren dengan tujuan untuk memperoleh sifat mekanik yang jauh lebih unggul dari polistiren.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh kopolimer lain.
2. Polyblend / Polyalloy (PAB)
Maksud dan tujuan sama dengan tujuan dari teknik kopolimerisasi, hanya berbeda teknik prosesnya. Disini merupakan proses blending antar homopolimer baik dengan penambahan compatibiliser atau tidak.
Proses berlangsung secara fisik berupa kontak permukaan yaknik terjadi interaksi antar molekul polimer. Yang memegang peran penting dalam proses ini adalah parameter solubility antar polimer yang akan dicampur. Bila parameter solubility kedua polimer sama atau berdekatan diharapkan polimer dapat bercampur secara intim. Disamping parameter tersebut, tingkat polaritas polimer juga penting diperhatikan. Bila komponen blend ada yang bersifat polar, sedangkan yang lain bersifat non polar maka perlu ditambahkan compatibiliser dimana ujung molekul yang satu bersifat polar dan ujung molekul yang lain bersifat non polar.
Polyblend / polyalloy telah banyak diteliti oleh para ahli untuk maksud aplikasi yang spesifik terutama untuk aplikasi dalam bidang otomotif dan elektronik.
3. Composite
Sangat berbeda dengan polyblend, composite tersusun dari matrik polimer yang didalamnya didispersikan material asing non polimer
3.1. Reinforced Thermoplastics
Thermoplastics diperkuat dengan partikel mineral atau gelas bentuk serat, bulat berongga. Material ini dapat diproses dengan mesin mesin injeksi menjadi produk dengan struktur yang kuat untuk dapat menggantikan cast metal. Matrik polimer harus memiliki elongasi yang lebih tinggi dari reinforcing material untuk memperoleh efek penguatan yang sempurna.
3.2. Filled Thermoset and Rubber
Thermoset seperti aminoplast, phenol formaldehide dapat ditambah filler seperti serbuk gergaji, kertas, selulosa, untuk memperbesar bulkiness, mencegah cracking, dan mengurangi biaya. Penambahan asbestos akan meningkatkan ketahanan panas, dll.
Carbon black atau calsium silicate dapat berfungsi sebagai filler dan reinforcing material pada rubber, misalnya SBR yang mengandung 50 % berat carbon black di vulkanisasi akan dapat meningkatkan kuat tarik mencapai 10 kali lebih besar.
3.3. Reinforced Structural Resin
Polyester atau poly epoxide dapat diperkuat dengan berbagai reinforcing material misalnya gelas, graphite, whisker untuk memperoleh sifat yang mendekati, menyamai sifat baja.
Bila ditambahkan gelas tipe S atau E yang berupa strand, anyaman atau cloth akan meningkatkan kuat tarik 10–20 kali dengan kenaikan modulus elastisitas sebesar 10–100 kali mendekati sifat-sifat baja. Bila penguatan menggunakan graphite, boron atau whisters akan diperoleh sifat-sifat composite yang lebih baik dari sifat baja.
BAB II
KOPOLIMER

Seperti diutarakan pada bab pendahuluan bahwa salah satu teknik untuk mem-perbaiki sifat hompolimer adalah dengan melakukan reaksi kopolimerisasi menomer basis dengan monomer lain. Tipe kopolimer ada beberapa antara lain alternating, block, graft atau random copolymer, seperti yang tertera dibawah ini :



Random block





Alternating graft










Gambar 1. Tipe Kopolimer

1. Random Copolymer
Random copolymer dihasilkan dalam bulk, solution, suspension atau emulsion menggunakan inisiator radikal bebas tipe peroksida atau sistem redox. Dengan pengaturan asupan monomer ke reaktor polimerisasi memungkinkan mengatur tata letak distribusi dalam random copolymer dan memperoleh kopolimer yang homogen.
2. Alternating Copolymer
Reaktivitas monomer polar seperti acrylonitrile, methyl methacrylate atau maleic anhydride dapat ditingkatkan dengan membuat mereka kompleks dengan bantuan metal halida atau suatu organo alumunium halide. Monomer kompleks ini berpartisipasi dalam “one electron transfer reaction” dengan monomer yang tidak kompleks atau monomer pendonor elektron seperti olefin, diene, atau styrene membentuk alternating copolymer dengan inisiator radikal bebas.
3. Graft Polymer
Pada kopolimerisasi graft, awalnya akan terbentuk polimer yang mempunyai ikatan rangkap atau hidrogen aktif baik didispersikan atau dilarutkan dalam monomer. Reaksi radikal bebas akan mencangkokkan monomer ke gugus utama (backbone). Dalam hal pembuatan impact polystyrene ditempuh 3 tahapan yakni :
• Tahap 1: polibutadiene dipotong-potong dan didispersikan dalam monomer
stiren sebagai partikel-partikel kecil.
• Tahap 2: berlangsung bulk prepolymerisation.
• Tahap 3: Selama reaksi prepolimerisasi monomer stirene mentransformasi
menjadi polistiren dimana partikel-partikel karet polibutadiene
terdispersi dalam situasi bulk atau larutan suspensi berlangsung penyempurnaan polimerisasi.
Tipe konfigurasi karet yang terdispersi mempunyai pengaruh yang nyata pada reaksi grafting. Polibutadiene rubber mempunyai 3 konfigurasi seperti berikut ini



=
n n
Cis- 1,4 Trans- 1,4

• Polybutadiene dengan konfigurasi cis- 1,4 medium (360C) banyak digunakan dalam produksi impact polystyrene dengan bantuan katalis butyllithium dalam solution. Impact strength polystirene sangat baik pada suhu rendah (-1080C). Kadar konfigurasi vinil dalam polybutadiene berpengaruh pada grafting dan crosslinking. Bila kadar konfigurasi vinil medium (12%) maka reaktivitas untuk pembentukan grafting dan crosslinking sama.
• Polybutadiene dengan konfigurasi trans- 1,4 60%, cis- 1,4 20% dan vinil 20% merupakan bahan baku untuk memproduksi ABS melalui polimerisasi emulsi radikal bebas. Partikel latex hanya sepersepuluh dari partikel karet yang terdispersi dalam styrene untuk produksi impact polystyrene.




0,1 micron
1 micron

Pada partikel rubber (karet) ukuran relatif besar dan berpori-pori grafting dimulai dari ruang pori-pori bagian dalam selanjutnya bergerak dan berlangsung di bagian luar. Sedangkan pada partikel ukuran kecil graft copolymer terbentuk mengelilingi shell dimana rubber sebagai intinya. Shell tumbuh dengan meningkatnya grafting dan memberikan distribusi partikel yang lebih merata dalam matrix yang tidak mengalami grafting. Poliolefin dapat pula digunakan sebagai substrate untuk grafting stiren dan acrylonitril, tetapi kenyataannya sangat sulit berlangsung bila menggunakan teknik konvensional karena poliolefin tidak mempunyai ikatan rangkap EPDM dapat digunakan karena mempunyai ikatan rangkap.
4. Block Copolymer
Copolymer ini dibuat secara ionik dengan bantuan katalis buthyllithium atau tipe Ziegler. Bila monomer styrene dan diene dimasukkan bersama larutan katalis ke dalam reablor batch, maka molekul diene akan mengalami polimerisasi, baru monomer styrene menetrasi di antara rantai molekul dan block copolymer terbentuk. Mengingat bahwa blok polistiren mempunyai sifat seperti homopolimer styrene berarti lebih mudah larut daripada BS rubber atau polibutadiene dalam monomer styrene. Akibatnya block copolymer menjadi lebih compatibel dan berfungsi backbone untuk membuat impact polystyrene atau ABS.
Bila polimerisasi ionik tidak dihentikan akan dihasilkan tri block copolymer. SBS block copolymer dihasilkan dengan memasukkan monomer ke dalam styrene
reaktor. Pertama monomer styrene mengalami polimerisasi, selanjutnya monomer butadiene ditambahkan ke polystyrene yang masih bereaksi dan akhirnya monomer styrene ditambahkan lagi. Gambar 2 memberi gambaran konfigurasi SBS copolymer.











Gambar 2. SBS Copolymer

Segmen akhir polistiren yang kaku berkaitan dengan polybutadiene yang bersifat elastomer di bagian pusatnya. Pada suhu kamar block copolymer mempunyai sifat seperti crosslinked rubber, tetapi bila dipanaskan di atas suhu 1000C maka gumpalan besar polistiren akan melunak dan mengalami deformasi bila dikenakan stress sehingga block copolymer mengalir. Proses ini bersifat reversible (dapat balik). Copolymer ini dapat diproses dengan mesin injection molding menjadi produk akhir tanpa melalui tahap curing. Block copolymer ini dikenal sebagai thermoplastic elastomer yang mempunyai sifat creep bergantung pada kristallinitas dan nilainya lebih tinggi dari crosslinked rubber.
Multiblock copolymer tersusun oleh unit fleksibel dan unit kaku dibuat melalui reaksi polikondensasi. Ada 3 tahap reaksi yang harus dilalui, yakni :
• Tahap pertama, dibuat polimer linear fleksibel atau poliester dengan berat molekul 500 – 4000 dengan kedua ujung rantai molekulnya gugus hidroksil yang reaktif
• Tahap kedua, gugus hidroksil direaksikan dengan diisocyanate membentuk soft-segment prepolymer.
• Tahap ketiga, prepolymer direaksikan dengan glycol dengan berat molekul rendah atau diamines membentuk segmen yang keras.
Sehingga diperoleh suatu polyurethane atau polyurea dengan ikatan hidrogen yang memberikan 3 point yang memberi sifat elastisitas yang panjang (baik).


























BAB III
POLY ALLOY / POLY BLEND (PAB)

Polimer blend diimpresikan sebagai perkembangan baru/lebih lanjut dari homopolimer dalam rangka memperoleh sifat-sifat lebih baik dan lebih berdaya, bahkan dapat dimaksudkan sebagai antisipasi persaingan bisnis yang lebih keras pada waktu mendatang. Polimer blend ini dapat menggantikan/mengambil alih pangsa pasar dari homopolimer karena keunggulan-keunggulan yang dimilikinya.
Dalam rangka mempermudah pemahaman akan materi berikutnya marilah kita kenali lebih dahulu difinisi dari istilah-istilah berikut ini :
• Polimer adalah material bersifat polimerik atau resin dengan struktur linear, cabang atau cross-link yang mempunyai derajat polimerisasi lebih besar dari 50-70.
• Kopolimer adalah material bersifat polimerik yang merupakan hasil sintesa dari lebih satu jenis monomer.
• Engineering plastic adalah material yang bersifat polimerik yang dapat diproses dan menghasilkan produk dengan dimensi presisi dan stabil, mempunyai kinerja tinggi secara terus menerus pada suhu diatas 1000C serta tensile strength lebih besar dari 40 MPa ekuivalen dengan .............kg/cm2
• Polymer Blend (PB) adalah suatu campuran dari minimal 2 jenis polimer atau kopolimer yang masih memiliki suhu transisi gelas lebih dari satu, dan sifatnya merupakan roda-roda sifat penyusunnya
• Homoloqous polymer blend (HPB) adalah suatu campuran dari 2 homoloqous polymer yang biasanya polimer tersebut mempunyai distribusi berat molekul sempit.
• Miscible polymer blend (MPB) adalah campuran dari homopolimer pada tingkat molekular dan biasanya dinyatakan dengan energi bebas pencampuran negatif
• Immicible polymer blend (IPB) adalah campuran polimer yang mempunyai energi bebas pencampuran lebih besar dari nol
• Compatible polymer blend, suatu term mengindikasikan suatu campurn polimer yang mempunyai nilai komerial menarik dan kadang-kadang mempunyai fisis lebih baik dari polimer penyusunnya.
- Polymer Alloy (PA) adalah polymer blend yang immiscible dan mempunyai kontak permukaan dan atau morphologi yang telah termodifikasi
- Engineering polymer blend (EPB) adalah suatu polymer blend atau polymer alooy yang mempunyai sifat seperti engineering plastic.
- Compatibilization adalah suatu proses modifikasi sifat interface dari IPB dalam rangka memperoleh PA.
Kelarutan polyblend dinyatakan sebagai keseimbangan termodinamika dimana energi bebas pencampuran adalah negatif. Kelarutan sepasang polimer tertentu yang diketahui tidak bisa untuk memberlakukan bagi pasangan lain dari polimer sama.
Energi bebas pencampuran dicapai jika koefisien interaksi polimer dari campuran biner negatif. Ada 3 faktor yang ikut berperan di sini yakni gaya dispersi, volume bebas, dan interaksi spesifik.
Hubungan parameter interaski (X12) dan suhu dinyatakan pada Gambar 3.


X’C
a b

2 1 2
O
3

(a) (b)

T T
Gambar 3. Hubungan parameter interaksi dan suhu

Ket : X1,2 = parameter interaksi (solid line)
1 = gaya dispersi
2 = volume bebas
3 = interaksi spesifik
gambar a = hampir berupa larutan semua
gambar b = polyblend yang kelihatan hanya LCST
Umumnya larutan dengan berat molekul rendah di sebelah kiri sedangkan polymer blend di sebelah kanan. UCST dan LCST merupakan upper dan lower critical solution temperature. Bila suhu terletak antara UCST dan LCST maka campuran larut, tetapi bila suhu di atas LCST kelarutan akan hilang. Berdasarkan hal tersebut maka campuran polyblend di atas LCST, kelarutan produk akhir bergantung hanya pada kinetika / kecepatan pemisahan fase selama tahap pendinginan setelah proses.
Kecepatan mencapai keseimbangan termodinamika bergantung pada gaya pendorong termodinamika seperti koefisien interaksi antar polimer dan resisting reological forces (misalnya diffusivity). Kecenderungan suatu blend akan bercampur atau memisah sepanjang waktu tertentu bergantung pada thermodynamic miscibility. Tetapi bercampur atau tidak, sebagian besar polyolefin blend dapat bergabung (compatible) dengan peningkatan kinerja fisis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk blending di dalam industri polietilen.
COMPATIBILISATION


Polymer alloy (PA) merupakan bagian khusus dari polymer blend (PB). Kenyataannya semua engineering blend yang memiliki kinerja tinggi adalah alloy. Untuk pertimbangan secara praktris PA dibagi menjadi 2 kategori yakni :
• Kompatibilisasi berlangsung dalam ukuran sangat kecil (sub micron) sehingga produk cetak akan memperlihatkan streaking dan welld line weakening. Penambahan compatibilizer untuk memfasilitasi pembentukan morphologi yang diinginkan dalam setiap tahapan proses.
Faktor ekonomi merupakan pertimbangan utama pengembangan kegiatan blending, compounding, dan reinforcing. Jika material dapat dibuat dengan biaya yang lebih murah dan sifat-sifatnya memenuhi spesifikasi yang dinginkan, material tersebut tetap dapat bersaing. Contohnya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Memperluas kinerja engineering resin melalui penggantian sebagian dengan polimer yang lebih murah.
2. Mengembangkan material dengan sifat-sifat yang diinginkan.
3. Membentuk PB dengan kinerja tinggi dari interaksi polimer secara energis.
4. Mengatur komposisi blend untuk memenuhi spesifikasi costumer.
5. Industri recyling dan atau sampah plastik masyarakat.
65 % PA dan PB diproduksi oleh produsen resin, 25 % dibuat oleh perusahaan compounding, dan sisanya oleh yang lain. Memperoleh material baru dengan seluruh sifat-sifat yang dibutuhkan merupakan faktor yang paling sulit. Hal ini dapat diperoleh / dicapai melalui seleksi komponen blending dengan prinsip yang menguntungkan antara lain polimer yang satu akan mengkompensasi kelemahan polimer kedua dan atau ketiga serta sebaliknya.
Contoh : polikarbonat mempunyai kelemahan pada sifat stress cracking dan sensitif terhadap bahan kimia. Penambahan ABS akan mengatasi kelemahan tersebut.

Metoda Blending
Pembuatan polymer blend (PB) dapat dilakukan dengan :
1. Pencampuran secara mekanik
2. Pelarutan dalam solvent, dibuat film secara casting selanjutnya dibekukan atau dikeringkan secara penyemprotan
3. Latex blending SAN + AB  ABS
4. Fine powder mixing
5. Menggunakan monomer sebagai pelarut untuk komponen blending lain selanjutnya dipolimerisasi seperti membuat HIPS
6. Metoda lain
Pencampuran secara mekanik terutama digunakan bila pertimbangan harga yang utama. Untuk menghindari terjadinya cacat selama proses manufakturing misalnya timbul streaking atau peeling pada proses injeksi perlu dibuat ukuran dispersed fase dalam sub micron.
Compatibiliser memegang peran penting dalam proses compounding, peran compatibiliser sama seperti peran emulsifier dalam teknologi emulsi. Compatibiliser akan migrasi ke interface hingga menyebabkan pengurangan ukuran dispersed phase dan membuat stabil morphologi PAB. Compatibiliser yang paling banyak digunakan adalah kopolimer baik tipe blok maupun graft.
Metoda kerja compatibiliser yaitu :
1. Menggunakan bahan kimia khusus, yang mempunyai fungsi kompatibilitas yang sangat efektif sehingga penambahannya dalam jumlah sangat sedikit karena harganya juga mahal.
2. Reactive compatibiliser, berfungsi sebagai additive untuk kedua polimer yang tidak dapat saling melarutkan. Compatibiliser ini kurang efektif bila dibandingkan dengan tipe 1, sehingga penambahannya harus lebih besar.
Bila tidak menggunakan compatibiliser, maka pengurangan ukuran dan stabilisasi morphologi dapat dicapaiu dengan menggunakan metoda yang efisien yakni dispersi mekanik yang intensif dari komponen campuran yang tidak saling melarutkan, selanjutnya dikunci pada keadaan morphologi yang dikehendaki dan stabil. Stabilisasi dapat diperoleh melalui proses crosslinking dengan radiasi sinar elektron atau kristalisasi.
Compounder / mixer untuk PAB harus memenuhi :
1. Shear yang merata dan elongation stress field
2. Pengatur fleksibel terhadap suhu, tekanan, dan waktu tinggal
3. Mampu membuat homogen cairan dengan perbedaan sifat rheologi yang besar
4. Homogenisasi yang efisien dalam mengalami degradrasi
5. Fleksibilitas untuk merubah parameter mixing
Sayangnya sangat sulit mendesain mixer yang memenuhi parameter mixing tersebut. Internal mixer atau single screw extruder digunakan untuk membuat PAB. Single screw extruder standar akan menghasilkan campuran yang jelek, jadi yang dimaksud di sini adalah single screw extruder yang didesain khusus untuk mixing. Twin screw extruder efektif untuk mixing campuran beberapa polimer dispersi dan distribusi, dan waktu tinggal dapat di kontrol. Sehingga hasil pencampuran mempunyai kualitas dan reproduksi yang memuaskan.

Prinsip Dasar Pengembangan Polymer Alloy dan Blends
Membahas processing sedikit banyak berbicara pula mengenai keseimbangan dan tak keseimbangan termodinamika, mikrorheologi, rheologi, morphologi, pembentukan terbatas dan pemadatan.
Skema di bawah ini menunjukkan hubungan dari faktor-faktor di atas :

Kelarutan dan Keseimbangan Phasa
Hukum / persamaan Huggins – Flory untuk larutan polimer, energi bebas pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut :
∆ Gm / RTV = X’12 Ǿ1 Ǿ2 ……....….(1)
Ket : R = konstanta gas
T = suhu
V = volume molar dari sistem
Ǿ = fraksi volume dari komponen i = 12
Menurut Koningsvelt
X’12 = (a0 + a1 / T + a2 T ) (b0 + b1 Ǿ2 + b2 Ǿ22 ) .....(2) dimana X’12 merupakan fungsi dari suhu dan fraksi volume komponen.
Persamaan (1) menyatakan bahwa kelarutan PAB terjadi bila X’12 < 0 situasi dicapai dengan adanya interaksi spesifik antara sepasang polimer atau gaya repulsive yang kuat antara segmen dalam salah satu polimer maka X’AB > 0
Contoh pasangan polimer yang saling melarutkan :
PS (Polystyrene) – PVME (Polyvinylmethylether)
PVC (Polyvinylchloride) – PBT (Polybutyleneterephthalate)
PB (Polybutadiene – 1) – PP (Polypropylene)
Alasan utama untuk mengetahui kelarutan polimer-polimer adalah menemukan metoda untuk modifikasi blend dalam rangka memperoleh peningkatan sifat impact, modulus, HDT, dll.
Dalam suatu sistem dimana pemisahan fase berlangsung pada range variabel suhu, tekanan, konsentrasi co – solvent yang luas dan proses yang memberi perhatian khusus pada kelarutan akan memberikan produk dengan keberhasilan tinggi. Misalnya “pendinginan yang tiba-tiba yang efektif akan menghasilkan struktur tiga dimensi, dan struktur ini memungkinkan suatu blend menunjukkan kinerja setiap komponen tidak terpengaruh oleh adanya polimer lain.
Bagaimana mendesain suatu polymer blend ?
Karena banyak tipe dan luasnya pemakaian PAB maka tidak mungkin memperoleh jawaban yang valid secara umum. Meskipun begitu sangat mungkin merencanakan suatu flow chart dan diagram di lain pihak cukup umum di lain pihak mencegah hilangnya waktu karena trial dan error. Langkah yang perlu ditempuh antara lain:
1. Tetapkan sifat fisis dan kimia dari polyblend.
2. Pilih polimer-polimer yang mempunyai sifat yang dibutuhkan.
3. Buatlah tabulasi mengenai keunggulan dan kelemahan polimer dari butir 2.
4. Dari tabulasi tersebut pilih sepasang / beberapa pasang polimer yang sifat-sifatnya saling melengkapi (komplementer).
5. Tentukan kelarutan dari polimer yang di pilih dan atau metoda untuk membuat mereka kompatibel.
6. Perkirakan keekonomiannya yang meliputi biaya polimer, kompatibilisasi dan compounding seperti efek pembentukan, perawatan, umur dst. Jika biaya terlalu mahal, kembalilah ke langkah 4 untuk memilih pasangan polimer yang lain.
7. Tentukan morphologi ideal yang akan menetukan kinerja optimal produk akhir.
8. Pilih sifat rheologi dari komponen blend (seperti berat molekul, parameter compounding, dsb), konsentrasi bahan, jumlah compatibiliser dan tipe dan intensitas perubahan medan.
9. Tetapkan metoda stabilisasi morphologi misalnya dengan mengontrol kecepatan pendinginan, reaksi kimia , irradiasi, dst.
10. Pilih metoda fabrikasi optimal yang menghasilkan pembentukan morphologi terakhir.
Optimasi dilakukan pada langkah 8 dan 9 yang biasanya menggunakan suatu kompromi dengan sedapat mungkin dititikberatkan pada optimasi morphologi. Mengatasi kasus ini, maka dikembangkan suatu dispersi sub micron dan reproduksibel yang memungkinkan costumer menggunakan PAB. Perkembangan suatu dispersi sub micron adalah cukup sederhana bila mengikuti 4 prinsip tertentu, yakni :
1. perbandingan viskositas 2 polimer 1/3 <  < 1
2. yield stress y  0
3. the interfacial tension coefficient v  0
4. kecepatan pendinginan cukup pelan-pelan.



III.1. KELARUTAN ANTAR POLIMER (POLYMER MISCIBILITY)
Thermodinamika merupakan kunci untuk memahami tingkah laku dan sifat PAB. kelarutan merupakan gambaran mengenai tingkah laku aliran dan dampak dari orientasi molekul. Keadaan keseimbangan termodinamika sulit dicapai karena nilai self diffusion coefficient makromolekul rendah. Kondisi mendekati keseimbangan termodinamika dicapai dalam proses (dengan mesin extruder atau injection molding) tidak perlu dipertahankan / dipertahankan produk dari extruder atau mesin injeksi.
Data literatur tidak bisa langsung diaplikasikan dalam industri karena mengalami kesulitan dalam percobaan mixing dan pengukuran viskositas yang tinggi dari polymer blend, maka dalam praktek laboraturium untuk mencapai mixing yang baik sering dilakukan melalui pelarutan dua polimer dalam solvent tertentu, lalu dikeringkan. Morphologi PAB diperoleh dengan solvent casting dan faktor yang berpengaruh nantara lain solvent, suhu, waktu, konsentrasi, dll. Dalam rangka mengurangi dampak dari sampel larutan maka sampel harus dilelehkan baru dicampur. Inilah salah satu cara memperoleh campuran PAB yang ideal.
Sekarang tidak ada teori tunggal yang mampu memprediksi secara detail keseimbangan phase dari sistem yang menarik. Parameter yang paling sulit yang harus dipertimbangkan adalah molecular polydisperity.

1. Prinsip Umum Menghitung Keseimbangan Phasa
Energi total suatu sistem adalah perbedaan / selisih antara kandungan panas dengan energi kompressif.
U = H – PV
Untuk sistem tertutup energi total sistem = 0, maka perubahan enthalpi akan dikompensasi dengan perubahan tekanan dan volume sbb :
dH = PdV + V dP ……….(3)
Energi bebas Gibbs pada keadaan keseimbangan
G = H – TS
dG = VdP – SdT + i i dni i = (d / dni )P,T, i …………(4)
ni = jumlah molekul material yang mempunyai potensial kimiai
S = entropi
T = suhu absolute
Energi bebas, enthalpi, entropi dan potensial kimia pencampuran dinyatakan sbb:
∆ Fm = F – Fo F = G, H, S, i …………(5)
F = campuran
Fo = keadaan murni
Kondisi kelarutan suatu sistem binear, spinodal :
∆ ’i = ’’i i i = 1,2 …………(6)
‘ dan ‘‘ menyatakan 2 phase, spinodal
D = (2 ∆Gm /  X23 )P,T = D’ = 0 …………(7)
Pada keadaan kritis
CST = ( 3 ∆Gm /  X23 )P,T = D’ = 0 …………(8)
X2 adalah fraksi mol komponen 2
Ketergantungan persamaan (6) terhadap (8) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Ketergantungan persamaan (6) dan persamaan (8)
System Polymer A Polymer B LCST /UCST Keterangan
Kode Mw/Mn Kode Mw/Mn
1 SAN 233/88,6 PMMA 92/45,6 L 150 Azeotropik SAN: 28%AN
2 SAN (25%AN) 194/68,4 NBR 40 (40%AN) 297/91,6 U 140
L 52 Resin Komersial
Tq = 1070C
3 PS Komersial 4MPC Tq=2000C L < 220 Processing at 2200C
4 PVC 160/76 NBR (26%AN) 340/119 ? Komersial mengandung plasticiser

PS – Polistiren
4MPC – 4 methyl bis phenol A – polycarbonate
PVC – polivinil khlorida
NBR – Poly (acrylonitrile co butadiene)
SAN – poly (styrene co acrylonitrile)
PMMA – poly methyl methacrylate
Dalam polymer blend (PB) dijumpai 2 tipe diagram phase, dan umumnya LCST lebih banyak ditemui dari pada UCST. Suatu demonstrasi transformasi pemisahan phase secara kontinyu dan elegan dengan kenaikan berat molekul (BM) lihat gambar dibawah ini.



0 X2 1 0 X2 1 0 0,5 1

Dalam rangka menggunakan salah satu sistem tertentu perlu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Pilih persamaan yang sesuai ∆Gm = f (P, T, Xi, ……)
2. Tentukan besarnya parameter bahan yang spesifik pada persamaan pada butir 1.
3. Selesaikan persamaan 4 – 6 untuk persamaan (7)
Langkah paling penying adalah memilih model theoritis yakni persamaan (9). Keseimbangan antara kompleksitas dan kesesuaian uraian mengenai tingkah laku eksperimental harus menjadi dasar.

2. Campuran Cairan yang Mengandung Polimer
Uraian thermodinamika suatu campuran biner menurut Huggins dan Flory.
∆GRm = ∆Gm / RTV =  (Ǿi ln Ǿi) / Vi + X’ij Ǿi Ǿj ……………..(10)
ij = 1,2
Differensiasi persamaan tersebut dikaitkan dengan potensial kimia
∆i / RT = ln Ǿi + (1 – r2-1) Ǿ2 + X12 Ǿ22 ……….………(11)
ǾI - fraksi volume komponen i
Vi - volume molar komponen i
r2 = V2 / V1
X’12 - parameter interaksi binary
= X12 / V1 = z ∆W12 1 / kB TV1 ……………….(12)
z - latice coordination number
∆W12 - perubahan energi karena pembentukan 1 – 2 contact pair
= W12 - (W11 + W22 ) / 2 ……….(13)
r1 - jumlah efektif komponen 1
kB - konstanta boltzman
Parameter X’12 tidak bergantung pada konsentrasi. X’12 murni enthalpi dituliskan dalam bentuk perbedaan parameter solubilitas
X’12 = (1 - 2)2 / RT > 0 ……….(14)
Dalam termodinamika sistem polimer biasanya angka 1 untuk solvent dan angka 2, 3 ……… dst untuk polimer. Jika volume molar solvent dan monomer sebanding, maka V1 dalam persamaan 11 merupakan derajat polimerisasi. Dari persamaan 7,8,9 nilai kristal adalah
= ...…….(15)
=
= ………(16)
Untuk komponen solvent dimana maka untuk polimer:
………(17)
Utraki menemukan system ternary yang memuaskan untuk toluene / ethanol / polystyrene seperti disampaikan oleh gambar 6 berikut

1
0.7 0.5 2 0.7 0.9 3
Gambar 6. Diagram phase ternary toluene / ethanol / PS

Masih ada beberapa teori lagi yang merupakan hasil eksperimen antara lain Simha’s Cell-Hole theory, Strong interactions model dll. Tetapi yang paling sering digunakan untuk mengintrepetasi dan memprediksi keseimbangan fase sistem multi komponen yang mengandung polimer adalah the lattice-model theories. Keuntungan metoda ini antara lain :
1. kemampuan menentukan sistem polydisperse
2. memungkingkan metoda ini untuk memprediksi beberapa besaran termodinamika dari suatu single experimental function  binodal
Parameter interaksi antar polimer X12 digunakan dengan asumsi bergantung pada 2 dan T
………(18)
diasumsi tidak bergantung pada berat molekul dan distribusi berat molekul.

Gas-Lattice Model
Model ini memberi energi bebas non combinatorial berikut :
………(19)
L menyatakan parameter interaksi dalam kerangka model ini:
………(20)
………(21)
dalam hubungan ini i = 1,2 ………(22)
dan am, Xm adalah parameter yang bergantung hanya pada suhu T
n  2 ………(23)
Hanya am dan Xm yang menyatakan interaksi dalam struktur lattice rigid. Persamaan di atas berlaku juga untuk polimer bercabang atau kopolimer dengan mendefinisikan parameter interaksi permukaan i untuk masing-masing struktur molekular.
Bila X12 tidak bergantung kepada konsentrasi, berat molekul dan polydispersity (DBM) maka persamaan (13) dan (14) dapat di ganti menjadi:
…….....(24)
……….(25)
dimana

sistem monodisper : Viz = Viw = Vi
Untuk menentukan kelarutan polimer-polimer harus memperhatikan 4 faktor:
1. luas interaksi permukaan dari berbagai segmen
2. coil dimension fungsi suhu, molar mass, dan konsentrasi
3. molar mass
4. free volume
Parameter (1) – (3) memberikan bentuk diagram fase, sedangkan parameter (4) menunjukkan critical point LCST dan UCST

3. Mekanisme Pemisahan Phasa
Pada campuran system biner ada 3 (tiga) area pemisahan fase yakni larut (miscible), metastable, dan tidak larut (immiscible). Daerah metastable adalah antara binodal dan spinodal ada beberapa bentuk aktivitas yang harus trigger ( ) pemisahan fase. Sedangkan di daerah immiscible tidak perlu ada trigger melainkan langsung terjadi pemisahan. Pemisahan fase dapat berlangsung melalui 2 mekanisme.
1) Nukleasi dan Pertumbuhan (NP) – (NG Mechanisme)
Daerah metastable terletak pada bagian convex (cekung) dari kurva ∆Gm vs X1, dengan zona pemindahan fase pada
> 0 ………..(26)
atau

V – volume spesifik campuran
β – kompresibilitas
b – binodal
s – spinodal
CST – critical solubility temperature
∆Gm 0
∆1 ∆2



T UCST
T1 T2
P = P1
CST 0 b’ s’ s’’ b’’ 1

Kurva bagian atas : energi bebas Gibbs campuran pada T x P tetap dari sistem larutan
Kurva bagian bawah : Diagram fase pada P = P1
Pemisahan fase berlangsung apabila terjadi lompatan ke kurva ∆Gm Vs X sepanjang tie line yang terletak di atas garis tangensial yang menyatakan 2 titik binodal pada T x P. Suatu lompatan memerlukan energi awal, energi aktivasi nukleasi, maka pemisahan menjadi 2 fase (binodal) berlangsung spontan.
Nukleasi diawali oleh fluktuasi densiti setempat. Energi aktivitas dari nukleasi δEN bergantung pada besarnya energi antar permukaan (inteface) yang dibutuhkan untuk menimbulkan / terbentuknya nukleus. Nukleus berupa titik tumbuh melalui difusi makromolekul menjadi nucleated domain ( ). Kecepatan pertumbuhan dapat didekati dengan persamaan Ostwald berikut:
atau ……….(27)
nc = 3, coarsing exponent
d = diameter titik (droplet)
Vd = volume titik (droplet)
Xc = b’ = b” – konsentrasi keseimbangan
Vm = volume molar dari droplet
Dt = koefisien difusi
Gambar 7. menyatakan bahwa daerah nukleasi dan pertumbuhan pada tetap tidak bergantung pada waktu. Tahapan difusi dari pertumbuhan droplet yang diikuti oleh “coalescence coarsing” ditentukan oleh keseimbangan energi antar permukaan










Gambar 7.
Tahap awal dan intermediete dari pemisahan fase untuk spinodal decomposition (SD) – kiri, dan proses nukleasi dan pertumbuhan (kanan – NG).
Tahap awal – fluktuasi konsentrasi panjang gelombang A(t1) = A(t2)
Tahap intermediete – fluktuasi konsentrasi panjang gelombang A(t3) > A(t4)
Waktu pemisahan fase t1 < t2 ≤ t3 < t4
2) Spinodal Decomposition (SD)
Ada 3 tahap pertumbuhan ukuran yang dapat diidentifikasi yakni difusi, aliran cairan (liquid flow) dan coalescence. Tahap difusi mengikuti persamaan Ostwald dan berlaku tahap paling awal dengan do  d  5do adalah diameter awal dari segregated region.
Region alir akan dominan bila 5 do  d = 0,9 tv/η  1 / nm = dmax dimana η adalah kekentalan (viskositas) dispersed liquid. Nilai do dan dmax bergantung pada parameter molekular. Diharapkan bahwa probability distribution function dalam region alir (flow region) kehilangan regularitasnya dan menjadi binodal yang akhirnya dicapai tahap coalescence dari spinodal decomposition.
Dynamics of phasa separation dalam SD domain mulai dengan keseimbangan antara termodinamika dan material flux. Cahn dan Hillard memberi persamaan difusi berikut :
……..…(28)
Term kedua dan persamaan di atas diintegralkan:
………..(29)
M – konstanta mobilitas
k – energi gradient term
= X2 rata-rata konsentrasi
β – jumlah gelombang dari sinusoidal composition fluctuation
r – variabel posisi
A,B – parameter yang bergantung pada β
R (β) = Mβ2 [ D + 2 Kβ2] : faktor tumbuh kinetik Rayleigh
(Rayleigh kinetic growth factor)


4. Semi Crystalline Polymer Blend
Polimer mempunyai tiga jenis struktur yakni semi kristal, kristalin (c), dan amorf (A). Dalam membuat formula suatu polymer blend harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. struktur polimer
2. apakah polimer-polimer tersebut akan dicampur dan diproses fabrikasi dalam keadaan cair?
3. apakah sifat-sifat polymer blend yang dihasilkan tetap stabil selama aplikasi?
Masalah utama yang dihadapi oleh industri polymer blend adalah stabilisasi sifat-sifat yang diinginkan, misalnya meniadakan residual stress dan stabilisasi process generated morphology pada kondisi aplikasi normal.
Fenomena kelarutan polymer blend amorf A/A hanya berlangsung dalam satu fase saja, yakni fase cair atau fase transisi gelas. Berdasarkan pada seluruh range kondisi percobaan A/A dapat saling melarutkan (miscible), tidak saling melarutkan (immiscible) atau sebagian saling melarutkan (partially miscible), misalnya saling melarutkan di daerah tertentu tetapi tidak saling melarutkan pada daerah lain.
Pencampuran resin amorf dan semi kristal A/C keadaan menjadi lebih kompleks. Bila proses dilakukan pada suhu di atas suhu transisi gelas resin A dan di atas titik leleh resin C perlu mempertimbangkan keseimbangan fase pada suhu proses dan kristalisasi saat pendinginan.
Pada saat sistem berada pada suhu proses kemungkinan dapat terjadi situasi saling melarutkan atau tidak saling melarutkan. Tetapi pada saat suhu proses lebih rendah dari suhu leleh resin semi kristal maka akan terjadi kristalisasi dalam sistem A/C atau A/A. Disini ada 3 kemungkinan yakni saling melarutkan, tidak saling melarutkan, atau saling melarutkan parsial. Dengan kata lain kristalisasi akan menimbulkan 2 keadaan yakni amorf (a) dan kristalin (c) dalam sistem A/C jumlah kemungkinan bertambah menjadi:
• A/C blend struktur amorf : ada kemungkinan saling melarutkan, tidak saling melarutkan, atau saling melarutkan parsial. A/C(a)  m, cm atau pm
• A/C blend struktur kristalin : ada kemungkinan saling melarutkan atau tidak saling melarutkan. A/C(c)  m atau 1 m. A/C(c) menunjukkan suatu interaksi termodinamika antara rasio amorf dan kristal resin semi kristalin.
Polymer blend dari 2 resin semi kristallin, C/C. Pemisahan fase dalam binay agak sulit karena mekanisme spinodal decomposition dan nucleation growth akan memberikan morphologi berbeda pada fase a dan c.
4.1. Kristallisasi Polimer
Kristalisasi polimer murni (neat polymer) dapat diterapkan langsung pada polymer blends yang tidak saling melarutkan, dimana kristalllisasi berlangsung dalam suatu domain resin hampir murni yang tidak dipengaruhi oleh adanya makromolekul lain. Tingkah laku kristallisasi dapat memberikan informasi berharga pada kelarutan (miscibility), interaksi antar resin penyusun, dan bahkan pada derajat dispersi.
Kristallisasi dari fase lelehan akan berlangsung apabila sistem didinginkan di bawah titik leleh keseimbangan Tm0 misalnya suhu kristallisasi Tc  Tm0. Supercooling diukur sebagai selisih dari Tm dan Tc yang bergantung pada kecepatan pendinginan dan mekanisme nukleasi. Ada beberapa mekanisme yakni :
1. Nukleasi spontan secara homogen yang berlangsung dalam pendinginan lelehan secara homogen.
2. Orientation induced nucleation, yang disebabkan oleh pelurusan makromolekul-makromolekul dan kristallisasi spontan.
3. Nukleasi heterogen pada permukaan fase asing.
Tm



Tm
Tm = Tc
Tc
Gambar 8. Hubungan suhu leleh dan suhu kristallisasi
Ket: Tm = suhu leleh
Tc = suhu kristallisasi
Tm0 = titik leleh keseimbangan
Dalam pembuatan thermoplastik blends mekanisme 2 dan 3 merupakan faktor yang sangat penting. Shear crystallization of polyolefin berlangsung pada suhu 20 – 30 0C lebih tinggi dari titik leleh polyolefin (Tm). Nukleasi heterogen terjadi karena adanya polimer kristallin lain dalam blend
Hoffman dan Weeks memberikan suatu kurva antara titik leleh dan suhu kristallisasi seperti pada gambar 8.
Tidak adanya linearitas memberi informasi inklusif mengenai kerusakan jaringan kristalin. Gambar diatas memberikan informasi langsung mengenai supercooling dan ketebalan lamellar, dan gambar ini berlaku pula PAB.
Kristallisasi berlangsung melalui beberapa tahap yakni meleleh, nukleasi, pertumbuhan lamellar, spher ulite, aggregate. Ketergantungan pada kondisi kristallisasi misalnya mekanisme nukleasi, kecepatan dan lamanya kristallisasi, macam-macam jenis morphologi dapat ditentukan.
Turnbell dan Fisher menuliskan persamaan nukleasi berikut ini:
………..(30)
No – konsentrasi segmen polimer
Eo – energi aktivasi untuk pergerakan menerobos interface liquid–nukleus
– energi bebas untuk membentuk nukleus
Hoffman dan Lauritzen mengganti /RT dengan U*/(T-To)
………..(31)
U* - energi aktivasi untuk memindahkan segmen yang dapat mengkristal melalui lelehan ke bagian kristallisasi
T∞ - suhu hipetis dimana aliran viscous berhenti = Tq – C , C = 50 0C
Kq = na bo v ve Tm0 / kB ∆Hr
na = 4 atau 2 menyatakan bagian I atau II
I – pembentukan nukleus pada permukaan disertai penyempur-naan substrate secara cepat
II – pembentukan nukleus pada substrate
bo = tebal bidang crystallite menomolekular
v, ve = energi samping dan enegi antar permukaan
f = 2T/(Tm0 +T) mengoreksi perbedaan energi bebas massa antara super cooled liquid dan kristal pada ∆c yang besar
Kristallisasi makroskopis secara empiris dinyatakan oleh persamaan Avrami :
………...(32)
- fraksi volume fase amorf
to - waktu induksi
KA,nA - parameter Avrami
Perluasan teori Hoffman – Lauritzen untuk memprediksi variasi titik leleh Tm dengan tebal lamela L sebagai berikut:
………...(33)
Energi antar permukaan vc memegang peran memperbesar parameter untuk efek tertentu misalnya perubahan L akan sangat berpengaruh pada Tm dalam sistem multikomponen.
Tabel lamella awal adalah:
………...(34)
Persamaan Clausius – Clapeyron dapat digunakan untuk menentukan ketergantungan Tm pada tekanan seperti berikut:
………...(35)
Tm,o = Tm (P=0)
∆v = perbedaan volume spesifik antara fase amorf dan fase kristallin
untuk range P yang sempit
Aylwin dan Boyd memperoleh persamaan yang menyatakan korelasi antara ln Tm dan tekanan sebagai berikut:
………...(36)
Untuk poly – 2,5 – hexamethylene adipate diperoleh persamaan :
Y.104 = 5,975 – 0,01274 P (Mpa)
Bila diplot kan akan diperoleh kurva berikut :
Y = ∆ln Tm /∆P (1/Mpa)

6 104Y = 5,975 – 0,01274 P r2 = 0,9981 4 2 0 100 200 300 Gambar 9. Korelasi antara titik leleh dan tekanan

Kristallisasi melalui empat tahapan yakni induksi, nukleasi, kristallisasi yang mantap (steady state) dan kristallisasi kedua. Selama tahap induksi, T2 dari fase amorf dan intermediate agak menurun, sedangkan pada tahap nukleasi jumlah fase kristallin dan intermediate bertambah, T2 dari kedua fase ini menurun sedangkan untuk fase amorf tetap jumlahnya. Dalam fase kristallisasi yang mantap T2 dari fase kristallin dan intermediate mencapai nilai akhirnya, dan pada tahap kristallisasi kedua secara perlahan dan terus menerus T2 menurun demikian pula kandungan fase amorf dan volume daerah kontak permukaan juga mengalami penurunan.

4.2. Kristallisasi dalam Polymer Blend Saling Melarutkan
Nishi dan Wang yang menemukan persamaan titik leleh suatu kristal yang dikaitkan dengan titik leleh keseimbangan dari polimer murni sebagai berikut:
…(37)
dimana :
1 - polimer
2 - diluent
U - nilai per molekul dari monomer
m - jumlah monomer dalam satu molekul
V - Volume molar
∆H - ∆Hf
X12 - parameter interaksi polimer-polimer
Untuk polymer blends m1 = m2  ∞ hingga persamaan menjadi:
………...(38)
pada T = Tm ………...(39)
B – suatu ukuran karakteristik interaksi density dari polimer
Kedua persamaan terakhir sering digunakan untuk mengevaluasi kelarutan. Hubungan di atas berlaku jika : (lihat gambar ….Fig 2.13)
1. Kristal pada keadaan keseimbangan
2. Pelelehan berlangsung pada situasi yang dekat pada kondisi keseimbangan
3. Adanya komponen kedua tidak mempengaruhi perubahan sistem kristal, ruang lattice, atau tebal lamella, dan
4. Komponen kedua tidak menyebabkan suatu transisi fase
Sayangnya kondisi ini jarang terpenuhi dalam praktek.

5. Penentuan Kelarutan Polimer/Polimer
Kelarutan berarti bahwa suatu sistem nampak homogen, dan dinyatakan sebagai derajat dispersi.
Ada 3 (tiga) metode yang digunakan untuk mempelajari kelarutan
1) Keseimbangan fase
2) Pengukuran Xij
3) Uji kompabilitas tak langsung

1) Keseimbangan fase
Kelarutan bergantung pada interaksi spesifik pada repulrion ( ) intramolekular. Bermacam-macam tipe interaksi spesifik yang menetukan kelarutan antara lain ikatan hidrogen, interaksi dipolar, phenyl group coupling, charge transfer complex formation, lewis acid-base interaction atau ionik. Contoh dapat dilihat pada tabel. Semua intraksi ini memberikan panas pencampuran negatif
………...(40)
Parameter B ditentukan dengan metode “analog geometry” yang cukup bagus untuk pengukuran parameter dari pasangan polimer dengan berat molekul tinggi. Metode ini dapat digunakan dengan cepat dan mudah, interpretasi dan perluasan batasan kondisi suhu dan tekanan yang lebar. Metode ini sangat berguna untuk mengidentifikasi new miscible atau kompatibilitas terkecil, polymer alloys dan blends. Analog calorimetry tidak dapat untuk mengetahui pengaruh dari berat molekul, distribusi berat mole, rantai cabang pendek/panjang, stereoisomerisme dan distribution of isomeric sequences. Suhu hampir tidak berpengaruh terhadap parameter B atau pengaruhnya dapat diabaikan.
1.1. Pengukuran Turbiditas
Merupakan metode penentuan hubungan fase yang paling tua. Metode ini terdiri dari:
• Preparasi campuran yang berada dekat pada kondisi pemisahan fase dalam berbagai komposisi
• Endapan diketahui dengan onset of turbidity baik secara visual atau photoelectric, dll.
Disini akan dihasilkan cloud point curves (CPC). Untuk campuran pada keadaan keseimbangan CPC akan mengikuti persamaan binodal. Melengkapi uraian mengenai sistem bagian yang tak larut dari campuran dipisahkan dan dianalisa sehingga diperoleh “tie line” dan posisi critical point yakni plotting ratio fase volume sebagai fungsi dari suhu. Spinodal dapat pula ditentukan dengan quenching experiments.
Metode turbiditas sering mengalami problema. Apalagi tidak dijumpai adanya hubungan teoritis langsung antara CPC dan termodinamika pada fase separation curve, spinodal maupun binodal.
Alat ukur turbiditas yang menarik ditemukan oleh Shaw dan Somani dengan nama “Melt Tetration Technique” disingkat MTT.
Peralatan : Suatu ekstruder yang dilengkapi dengan die khusus, optical detector, traced return tube, dan sebuah syringe-pump (lihat gambar ….. 2.22 hal 69)
Cara kerja : Pada saat mulai pengujian komponen (polimer) utama disirku-lasi melalui sistem. Polimer kedua dilarutkan dalam solvent yang mudah menguap ditambahkan secara kontinyu dari syrige-pump ke hopper ekstruder. Adanya fase keduan dalam campuran dideteksi dengan kenaikan intensitas sinar yang dipancarkan secara tiba-tiba.
Solabilitas polimer kedua dalam kompnen utama dihitung dari massa komponen yang mengalami sirkulasi, dan dari larutan polimer yang ditambahkan pada saat terjadi kenaikan intensitas sinar yang dipancarkan/ditebarkan.

Tabel 2. Solubilitas Polimer Diukur dengan Teknik Melt Titration
No Major Component Minor Component Solubility of Minor Component at 1500C (ppm)
Polimer Mw (kg/mol) Polimer Mw (kg/mol)
01. Polistiren 500 Polidimethylsiloxane 71,8 4
02. Polistiren 520 Polimethylacrylate 200 38
03. Polistiren 520 Poliethylacrylate 125 86
04. Polistiren 520 Polibutylacrylate 119 78
05. Polistiren 520 Poly n-butyl
metha crylate 320 50
06. Polistiren 520 PMMA 160 3,9
07. Polistiren 520 Polydimethylsiloxane 71,8 3,9
08. Polistiren 520 PMMA 75 8,6








1.2. Metode Sinar Terpencar (Light Scattering Methods)
Metode turbiditas dapat dikembangkan untuk mempelajari secara ketat pemisahan fase. Ini cukup menandakan bahwa intensitas sinar terpencar disebabkan oleh fluktuasi konsentrasi RC diekstrapolasi ke sudut scattering sama dengan nol (0) merupakan kebalikan proposional terhadap turunan kedua dari ∆Gm.
T = Ts
Ts adalah suhu spinodal
Teknik ini hanya berlaku untuk sistem yang homogen, i.e pada suhu lebih rendah dari suhu spinodal sistem mempunyai LCST atau bila suhu lebih besar dari suhu spinodal sistem mempunyai UCST. Metode ini telah digunakan untuk mempelajari keseimbangan fase dalam larutan polimer.
T
Ts TB


a1 a2 LCST


Ф2
Gambar 11. Diagram fase untuk cairan biner
dan LSCT, Binodal, Tg, dan spinodal, Ts, T = f(komposisi)
Daerah yang dapat dicapai oleh light scattering method konvensional adalah a1, data diperoleh pada suhu lebih rendah dari TB. bila jauh dari titik kritis perbedaan antara Ts dan TB dapat mencapai 400C. hal ini diperlukan untuk memperluas pengukuran lebih dekat kepada spinodal yakni daerah meta-stabil maka diperoleh PICS secara tepat. PICS (pulse induced critical scattering) merupakan metode pengukuran yang sangat bagus untuk massa kecil dari campuran cairan yang diinginkan / dipanaskan sangat cepat menjadi daerah metastabil. Perubahan suhu dapat dicapai dalam milidetik, satu siklus memerlukan waktu kurang dari satu menit. Daerah T mencapai PICS ditandai dengan a2.
1.3. SAXS dan SANS
Prinsip light scattering diperluas dengan menggunakan sumber sinar radiadi yakni X-ray dan neutron. Sudut X-ray scattering dan sudut neutron scattering yang kecil dan dengan memperbesar frekuensi digunakan untuk mempelajari struktur polymer blend. Bila X-ray dan neutron scattering bergan-


4




2





0 2,0 2,5 3,0 3,5 103/T
Gambar 12. SAXS untuk SB dengan 30 % PS
B dan S adalah TB dan Ts

tung pada perbedaan refraktive index, electron densities, dan jumlah atom, teknik ini akan bekerja saling melengkapi. Metode ini dapat digunakan untuk sistem keadaan cair, glassy atau crystalline morphology.
Zin dan Roe menyelidiki keseimbangan fase suatu sistem yang mengandung poly(styrene-b-butadiene) di-blockpolymer, SB, dan homo-polimer atau random copolymer, maka diperoleh kurva seperti pada gambar 12, di mana suhu spinodal ditandai dengan Ts dan binodal dengan TB. Diagram fase yang kompleks disajikan pada gambar 13.

250

L1

200 L1 + L2

B
C
150
A M1 + L2

M1
100 E F G
M1 + M2 I J K M1+L2
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
M2
Gambar 13. Diagram fase campuran SB diblock copolymer
dan polistiren (Mw = 2,4 kg/mol)

Keterangan :
L1 dan L2 - fase cair terdiri dari disordered block copolymer dan polistiren
M1 - mesofase terdiri dari ordered microdomain dari block copoli-
mer swollen dengan polistiren
M2 - mesofase terdiri dari micellar aggregate dari block copolimer
tersuspensi dalam polistiren
AC & AB - bersatu menjadi satu bahan menjadi satu garis yang menyata-
kan suhu transisi antara ordered dan disordered struktur
------ - garis putus-putus di kanan bawah menyatakan suatu spekulasi
SAXS juga sudah digunakan untuk mempelajari morphologi polymer blend dalam fase padat misalnya morphologi LDPE yang dicampur dengan HDPE. Komposisi blend dan kecepatan kristallisasi diselidiki. Ternyata diketahui bahwa pemisahan (isolasi) dari rantai berbeda selama kristallisasi berlangsung bahkan selama pendinginan tiba-tiba pada kecepatan 1000C/menit. Pada kecepatan ini jarak pemisahan sebanding dengan dimensi coil dalam keadaan leleh.
SANS merupakan salah satu paling penting untuk mempelajari ukuran makromolekul, conformation, dan morphologi. Metode ini juga digunakan untuk mempelajari sistem komponen tunggal atau multi component dalam keadaan leleh maupun padatan. Untuk testing haruslah mengganti atom hidrogen dari suatu molekul dengan atom deuterium, deurated polymer lalu dilarutkan dalam non-deurated matriks pada konsentrasi lebih rendah dari 0,1%, atau non-deurated molekul didispersikan dalam deurated matriks.
1.4. Teknik Fluorescence
Teknik ini digunakan mengkarakterisasi polymer blends. Teknik ini digunakan untuk empat steady state methods dan tiga transient test methods (3 metode uji cepat) seperti tertera pada tabel 3.
Ketertarikan (excitation) dapat dipengaruhi baik dalam proses bimolekular, excimer atau exciplex formation. Excitation fluorescence (EF) paling umum digunakan untuk mempelajari struktur blend dan hanya metode ini yang didiskusikan.
Dalam rangka mengukur EF suatu sistem harus mempunyai excimer. Dalam praktek excimer timbul secara alami dalam polimer yang mengandung cincin hidrokarbon aromatik misalnya polistiren , polyvinyl-di-benzyl, polyvinylnaphtalene dengan grafting group excimer ke polymer blend.
Untuk membentuk excimer cincin aromatik harus membentuk suatu coplanar sandwich. Pada polimer vinyl aromatik mempunyai 3 kemungkinan membentuk excimer yakni :
• Intra molecular adjacent
• Intra molecular non adjacent
• Inter molecular
Masing-masing sensitif terhadap perbedaan aspek-aspek konformasi cincin dan lingkungan. Yang paling penting untuk mempelajari polymer blends adalah “Inter Molecular” yang biasanya diidentifikasi dari pengukuran kepadatan (konsentrasi).

Tabel 3. Teknik Fluorescence
A. Teknik
No Steady State Measurement No Transient Technique Time Scale
01 Fluorescence Spectra 05 Fuorescence decay ns
02 Phosporescence spectra 06 Phosphorescence decay ns to s
03 Polarization 07 Polarization decay ns to s
04 Excitation spectra
B. Bimolecular Processes
Reaction Observation Spatial Scale (nm)
A Energy transfer
A* + B  B* + A
Emission from B
1  8
B Excimer and exciplex formation
A* + A  (AA)*
A* + D  (AD)*
New Emission from (AA)* or (AD)*
0,5
C Quenching, self quenching
A* + Q ← A + Q
A* + A ← 2A Decreased emission intenty; shorter decay time 0,5 – 1,5

Hasil studi menggunakan teknik fluorescence disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Polymer Blend yang Dapat Dipelajari dengan Teknik Fluorescence
No Polimer – 1 Polimer – 2 Observasi
01 Polyvinylnapthalene Polyalkylmethacrylate, polystyrene, polyvinylacetate Kelarutan menurun dengan naiknya perbedaaan parameter solubilitas
02 Polyacenapthalene Polyalkylmethacrylate, polystyrene, polyvinylacetate Kelarutan menurun dengan naiknya perbedaaan parameter solubilitas
03 Polyvinylbiphenyl Polyalkylmethacrylate, polystyrene, polyvinylacetate Kelarutan menurun dengan naiknya perbedaaan parameter solubilitas
04 Polyvinylnapthalene
Mw = 21,70 dan 365 kg/mol Polystyrene Mw = 2.2, 4, 9, 17.5, 35, 100, 158 dan 233 Pemisahan fase meningkat dengan bertambahnya Mw
05 Polyvinylnapthalene
Mw = 21,70 dan 365 kg/mol Polymethacrylate Mn = 1, 2.3 12, 20, 54, 79, 92, 180 dan 350 kg/mol X12 dihitung dari kondisi kritikal
06 Polymethylmethaacrylate
(PMMA) Poly (methylmethaacrylate – cobutylmethecrylate) Tagged with napht huldonor and anthryl-acceptor respectively
07 Polymethylmethaacrylate
(PMMA) Polybenzelmethaacrylate Suhu dan konsentrasi berpengaruh pada kecepatan
08 Polysryrene Poly-t-butylstyrene Pengaruh block copol pada kelarutan dipelajari
09 Polyvinyl chloride PMMA atau poly caprolactone atau poly (styrene-co-acrylonitrile) Anthracene or napthalene labelled
10 Polystyrene Polystyrene Coil interpenetration was studied

1.5. Ultrasonic Velocity
Gelombang suara juga merupakan alat investigasi struktur molekular dan makroskopis suatu polimer dalam keadaan cair atau padatan. Ada 2 tipe gelombang yakni longitudinal (compresive) VL, dan transversal (shear) Vs dapat digunakan. Pengujian biasanya meliputi pengukuran kecepatan dan absorpsi suara.
Ultrasonic ini sudah digunakan dengansukses untuk mempelajari tingkah lakufase poliurethan. Ketergantungan VL yang diketahui dan suhu adalah unik untuk komposisi dan metode preparasi. Metode ini berguna pula untuk mempelajari kelarutan (saling melarutkan) dari larutan polyblend.

2) Mengukur Parameter Interaksi Polimer / Polimer, X12
Disini digunakan istilah “direct” untuk digunakan memisahkan metode pengukuran Xi,j dalam 2 kelompok yakni:
• Metode tidak memerlukan tambahan media uji, dimana Xi,j = X12 diukur langsung dalam campuran polimer/polimer.
• Metode yang memerlukan media uji (biasanya berupa cairan dengan berat molekul rendah) hal ini diperlukan untuk menghitung koefisien interaksi polimer/polimer secara “indirect” Xi,j = X23
2.1. Direct Methods
Metode ini didasarkan pada persamaan Nishi dan Wang berikut :
………...(41)
Pantas diingat kembali bahwa disatu sisi titik leleh bergantung pada jenis/tipe kristal dan ukurannya, dan di lain pihak parameter interaksi X12 atau B merupakan fungsi dari variabel bebas P, T, dan ф.
F : Menghitung/mengukur Tm cukup sederhana, tetapi mengukur dengan semua kehati-hatian yang diperlukan untuk menentukan parameter interaksi adalah lebih sulit. Tm depresion sering digunakan sebagai salah satu indikator dari kompabilitas dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5.
No Polimer -1 Polimer -2 T (0C) Keterangan
01 Polyamide Epoxy 140 – 153 Tiga fase
02 LDPE Polystyrene 71, 101 2 titik leleh posisinya bergantung pada “mixing method immiscible”
03 LDPE atau LLDPE HDPE 109 – 134 HDPE/LLDPE compatible HDPE/LDPE incompatible

Dalam menentukan X12 dari melting point depresion perlu memperhatikan faktor berikut:
1. Semua sampel harus diperlakukan dengan cara yang sama
2. Parameter molekular seperti berat molekul, distrinusi berat molekul tidak bergantung pada komposisi.
3. Kemungkinan terjadinya reaksi kimia antara 2 polimer harus dihindari
Kadang-kadang dalam praktek sepasang sampel tidak dapat sejalan dalam menentukan X1,2 misalnya resin murni diterima apa adanya sesuai dengan onformasi teknisnya, sedangkan suatu blends melalui intensive compounding.
2.2. Indirect Methods
Metode lain untuk menetukan kelarutan polimer/polimer miscibility dibagi menjadi 3 bagian yakni :
1. Glass Transition Temperature
2. Spectroscopy (NMR dan Infra red Spectroscopy)
3. Microscopy (SEM)

2.2.1. Glass Transition Temperaure (Tq)
Glass Transition berada antara keadaan glass dan liquid supercold di bawah titik lelehnya. Suhu glass transition ini bergantung pada preparasi contoh uji, kecepatan scanning, tekanan, aditif (plasticizer atau filler), kristalinitas, parameter molekular (berat molekul, distribusi berat molekul, taktisitas, rantai cabang). Ini dapat ditentukan dengan uji fisik misalnya dengan dilatometrik, calorimetrik, spectroskopik, difraksional, rheological dielektrik atau elektrik.
Dalam polimer glass transition dikaitkandengan gerakan segmental. Para ahli menyatakan bahwa Tq meliputi rantai atom karbon utama antara 50 – 100, ada pula yang dinyatakan 15 – 30 atom karbon
Penggunaan Tq dalam penentuan polimer/polimer miscibility didasarkan pada suatu Tq tunggal mengindikasikan domain size lebih kecil dari dd sistem mutifase dimana dd berkisar dari 2 – 15 nm.
2.2.2. Cara Lain
Meliputi metode Nuclear Magnetic Resonance, Infra Red Spectroscopy dan Microscopy.

6. Interphse, Diffusion dan Compatibility
Demi amannya prosedur resin dan para fabrikator perlu mencari suatu PAB yang dapat toleran terhadap variabel proses dan handling dan storing. Ini dapat dijumpai pada resin homo polimer. Satu penyelesaian yang pasti adalah mencari “miscible blend” dengan sifat-sifat superior dalam processing dan atau kinerjanya. Dalam praktek sistem dengan fase heterogen adalah menguntungkan, dispersed fase memperbaiki keuletan (toughness) dari polimer yang brittle atau mempunyai efek reinforcing. Keuntungan heterogeous blend meliputi handling yang mudah dan stabilitas dan reproduksi yang sama dengan homo polimer. Untuk memperoleh suatu sistem adalah dengan stabilisasi fase, melalui kompatibilisasi atau proses alloy.
Crosslinking secara kimiawi maupun fisika suatu sistem multi fase merupakan suatu metode stabilisasi yang menguntungkan, yang biasa dilaksanakan dalam industri karet. Crosslinking sementara atau reversible dapat dicapai melalui block polymerisation atau interaksi ionik.


1) Peran Fenomena Interface dalam Polymer Blend
Ada 2 parameter penting untuk mengkarakterisasi interfase yakni:
- interfacial tension coefficient, v
- the domain adhesion
Tegangan permukaan antara polimer 1 dan polimer 2 dapat dinyatakan sebagai berikut:
……..….(42)
∆F (ф) – profil perubahan energi bebas Helmholtz pada penampang interfase
= F (ф) - F (ф = 0)
l = dimensi linear tegak lurus pada interface
v1,2 = tergangan permukaan
= kebalikan proporsional ∆l
∆l = interfacial layer dari tebal akhir antara domain polimer 1 dan polimer 2

Untuk proses reversibel adhesi interface dapat diprediksi dari harga interface dan tergangan permukaan, tetapi situasi ini jarang dijumpai. Sebgaian kasus pemisahan 2 fase akan menyebabkan kehilangan energi yang disebabkan oleh deformasi plastis, pancaran sinar, akumulasi muatan listrik, dll. Kehilangan energi ini dapat mencapai 3 kali lebih besar dari keseimbangan energi permukaan.


Interfase
Fase 2
Fase 1
A A ---- = konsentrasi profil poimer 2
dalam interfase dituliskan sbb :
ф2 = tanh (l / lo)
∆l lo = 2 I1/2 / ln 3
I1/2= jarak pada ф2 = ½


1.0 0
ф1 qo ф2

0 1

Gambar 14. Daerah Interfase dengan concentration
gradient qo sepanjang garis A – A
Teori Noolandi dan Hong berguna untuk menerangkan interfase suatu sistem yang mengandung block copolymer. Diskusi sistematik mengenai tegangan permukaan, ukuran dan struktur lapisan interfase dicontohkan seperti pada gambar 15. gambar tersebut menunjukkan profil konsentrasi dalam daerah interfase dari sistem 3 komponen (Poistiren (PS), Polibutadiene (PB), dan Poly (styrene –b- butadiene) diblock (SB) polymer). Ada 6 kurva yang menyatakan :
• konsentrasi homopolimer PS dan PB
• konsentrasi styrene dan butadiene dalam SB; S (SB) dan B (SB)
• total konsentrasi monomer sturen dan butadiene


0.15
S
ф
0.10 B
PS
PB
0.05
S(SB)
B (SB)
0.00 -30 -20 -10 0 10 20 30
∆L / lo
Gambar 15. Profil konsentrasi pada interface PS/SB/PB
2) Metode Kompatibilitas
Tujuan kompatibilisasi adalah memperoleh suatu dispersi yang stabil dan dapat direproduksi untuk memperoleh morphologi dan sifat-sifat yang diinginkan. Kompatibilisasi dapat dicapai dengan:
1. penambahan block polimer linear atau berbentuk bintang
2. penambahan graft atau random copolymer
3. co-reaction dalam blend membentuk copolymer atau interaksi polimer
4. crosslinking bahan blend
5. modifikasi homopolimer misalnya melalui gugus asam/basa, ikatan hidrogen, charge transfer complex, ion group dll.
6. penambahan co-valent
7. high stress shearing
Tabel 6. Berbagai Sistem Kompatibiliser
No Polimer 1 Polimer 2 Kompatibiliser
1. Poliisoprene (PI) Polibutadiene (PB) Poly (cis-1,4-isoprene-b-1,4 butadiene); diblock
2. LDPE Polistiren (PS) Poly (styrene-b-ethylene); diblock
3. LDPE PS
PVC
PP = EPDM
= NR (natural rubber)
= BR (butyl rubber)
= ABS
= SBS (styrene butadiene styrene block copolymer)
= HIPS (High Impact PS)
= CPE (Chlorinated PE)
4. Polikarbonat (PC) Polydimethylsiloxane (PDMS) Poly (carbonate-s-dimethyl siloxane)
5. Poliamide 6.6 PET Catalyzed amide-ester exchange reaction during extrusion
6. PVC Polyethylacrylate (PEA) IPN technology
7. LDPE PP Irradiasi
8. PET PP Crystallization of oriented fiber
9. PET PA Crystallization of oriented fiber


III.2. RHEOLOGI BAB
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari deformasi dan aliran : hubungan antara gaya (force) dan pengaruh yang ditimbulkannya. Rheologi polimer merupakan subyek penelitian yang baik pada aspek fundamental dan experimental. Aspek fundamental dari rheologi secara singkat telah dibahas pada “Buku Acuan Ajar Rheologi dan Proses Fabrikasi Plastik”, maka disini hanya akan dibahas aspek eksperimental saja.

Polyolefin Blends
Poliolefin terdiri dari LDPE, LLDPE, HDPE, dan PP. poliolefin blends akan dibahas dalam 3 (tiga) subtitel yakni:
1. Polyethylene / polyethylene blends
2. Polyethylene / polypropylene blends
3. Other polyolefin blends
Titik berat bahasan meliputi “dynamic shear flow behavior dan steady state shear flow.
1. Polyethylene / Polyethylene Blends
HDPE/HDPE blend dan LDPE/LDPE blend bersifat saling melarutkan (miscible), tetapi LLDPE/LLDPE blend dapat bersifat miscible mungkin juga tidak miscible. Hal ini dipengaruhi oleh diversity of composition, struktur molekul, berat molekul, dan distribusi berat molekul.
Blend 2 jenis HDPE yang mempunyai densitas sama dengan perbedaan berat molekul yang sangat besar ternya mereka hanya saling melarutkan sebagian saja. Hal ini disebabkan HDPE dengan berat molekul tinggi kecepatan larutnya rendah. Blend bersifat seperti larutan dari 2 polimer yang mengandung partikel-partikel tidak larut yang tersuspensi. Blend UHMW HDPE dengan LLDPE dapat dilakukan menggunakan 3 (tiga) metode:
1) Pencampuran secara mekanik serempak. Disini terjadi immiscible blend
2) Pencampuran mekanik dengan LLDPE ditambahkan kemudian sebagai pemancing pelelehan.
3) Pencampuran dengan bantuan solvent.
Metode pencampuran 2 dan 3 menghasilkan blend yang miscible.
Pada blend UHMW HDPE/HDPE , Dumoulin menemukan persamaan untuk dynamic cross point sbb:
………...(43)
Untuk PP dengan simple relaxation time P = 1 diperoleh persamaan :

Persamaan ini disubstitusikan ke persamaan Dumoulin diperoleh:
………...(44)
ηON - zero shear rate Maxwellian viscosity
A - konstanta numerical = 3/2 ~ 0,30
A = ½ untuk Rouse dan single relaxation time Maxwel model
A = 0,35 bila P  ∞
LLDPE/LDPE blend dapat miscible dapat tidak. Hal ini disebabkan oleh penambahan LDPE ke LLDPE akan mengubah tingkah laku alir yang akan berdampak pada perbaikan produktivitas. Misalnya untuk blown film atau wire coating
Blending efektif dapat dicapai dengan perlakuan peroksida pada LLDPE. Cara :
LLDPE powder dicampur dengan larutan peroksida dan diproses ekstrusi menggunakan twin screwextruder. Peroksida akan menyebabkan pembentukan makromolekul dengan percabangan yang panjang nempel pada LDPE. Perlakuan ini tidak mempengaruhi densitas atau gel content tetapi meningkatkan derajat percabangan seperti halnya polydispersity. Shear dan elongational viscosity meningkat sehingga proses ablitas menjadi lebih baik.

2. Polyethylene / polypropylene blends
Maksud penambahan polyethylene kepada polypropylene adalah untuk memperbaiki sifat impact pada suhu rendah dan sifat environment stress cracking (ESCR). Keduanya tidak saling melarutkan (immiscible) maka perlu ditambahkan 5% EP copolymer (EPR) ke dalam HDPE/PP blends sehingga diperoleh suatu linearitas antara tensilie impact strength dan kandungan HDPE.
PP/LDPE blend dengan shear viscosities yang hampir sama diteliti menggunakan capilarry flow oleh Santa Maria. Pengaruh shrinkage sangat dramatis. Pengukuran shrinkage dengan mendinginkan extrudate secara tiba-tiba selanjutnya dimasukkan dalam silicon oil bath pada suhu 1800C selama 1jam agar mengalami relaksasi. Disini karena residual stress dan tegangan permukaan antara polimer-silicon oil, maka extrudate berbentuk silinder akan berubah bentuk menjadi bulat, dan strain dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
Ε (∞) = - 0,4055 + 2 ln D / d ………...(45)
d – diameter silinder extrudate
D – diameter bentuk bulat (bola)
Untuk t  ∞ ketergantungan dinayatakn dengan gambar 16.
Persamaan yang umum ditemukan oleh Hencky berikut ini :
Ε = ln (Lo/Lt)
Lo - panjang specimen pada t = 0
Lt - panjang specimen pada t = t
ε (∞)  0,5 untuk homopolimer, sedangakn ε (∞) ~ 3 untuk 50/50 blend. Bila shrinkage paling besar akan ditandai dengan extruded swell yang paling besar pula dan interaksi antar permukaan yang lemah dan morphologi bersifat fibrila co – continous.

3


2


1


0 50 100
LDPE
Gambar 16. Extrudate Shrinkade PP/LDPE blend

Sistem LLDPE/PP, mengikuti persamaan GX = ∆ηONωt dan bila dibuat kurva GX vs ωt akan berupa garis lurus. Yang paling menarik ternyata bahwa penambahan compatibilizer tidak diperlukan. Compatibilizer hanya berfungsi untuk memperbaiki stabilitas aliran saja. Pada 50/50 blend initial modulusnya tinggi dan mempunyai ductility yang bagus sampai dengan apda suhu 400C.

3. Other polyolefin blends
Penambahan sejumlah kecil poliolefin memperbaiki proses abiitas dan sifat impact dari engineering resin. Kinerja optimum telah dicapai dengan penambahan 2 – 4% berat poliolefin. Tetapi yang paling menarik adalah blend dimana poliolefin merupakan komponen utama dan resin yang lebih mahal yang ditambahkan.
Tipe blend terakhir akan memperoleh perbaikan pada sifat barrier. Penambahan polyamide, PVC, atau polyvinylidene chloride cukup dikenal dalam industri. Blend bersifat immiscible, meskipun suatu tingkat compatibilisasi tertentu diperlukan. Tingkat immiscibility ini diperlukan dalam rangka bahan yang tepat.
Jika blend bersifat miscible yang dapat diharapkan disini hanya aditif permeability. Jika blend bersifat immiscible aliran akan memberikan morphologi yang mempunyai saling overlap antar lamella sehingga menciptakan sifat barrier yang sangat bagus. Prinsip ini dimanfaatkan secara baik oleh DuPont untuk mengembangkan formula yang terdiri dari polyamide, polyolefin resin dan ionomeric compatibilizer. Formula ini (blend ini) sebagai asupan pada proses blow molding menghasilkan botol atau drum dengan sifat barrier yang tinggi.
Formula bergantung pada kebutuhan costuer, peralatan proses, dan kebutuhan produk. Biaxially stretching butiran polyamide terdispersi dalam matrik poliolefin dan mengikatnya dengan compatibilizer yang tepat untuk menghasilkan suatu multilayer overlapping lamellae. Multilayer ini mempunyai sifat barrier terhadap oksigen dan solvent yang jauh lebih baik. Ukuran butir tetesan polyamide akan menentukan tebal lamellae yang dapat dikontrol dengan sejumlah compatibilizer.
Permeability adalah suatu produk kelarutan penetrasi dan ia mendiffusi melalui material barrier. Penurunan kelarutan (solubility) atau peningkatan/ bertambahnya alur difusi disebabkan oleh lamellar blend structure dapat mengurangi permeability. Struktur semi-crystalline dari poliolefin dan polyamide juga mempengaruhi sifat-sifat barrier. Pasangan yang paling baik adalah HDPE dan polyamide 6 atau PA 6. disini tidak diperlukan compatibilizer. Utracki menyampaikan bahwa ada 5 perubahan berbeda untuk flow-induced morphologi yakni:
1) Pada suhu lebih rendah PA 6 dengan viskositas tinggi akan migrasi ke pusat extrudate, pada suhu 2500C PA 6 dengan viskositas tinggi terkonsentrasi pada permukaan luar strand.
2) Shear induced interlayer slip mampu menurunkan viskositas (η) bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi PA 6.
3) Dynamic dispersion, untuk konsentrasi rendah dari fase yang menyatu (disperse fase) diketahui bahwa diameter rata-rata butiran mengecil dan σ1,2 dari nilai pre-blend.
4) Fibrilasi, pembentukan serat (fiber) diharapkan bila λE  1 tetapi fibrillas PA-6 terbentuk pada 1500C yakni 690C dibawah titik lelehnya bila λE >>> 1

Melt Elasticity
Ada 4 pengukuran melt elasticity yakni: shearing N1 yang stabil, dynamic text G’, entrance exit pressure drop Pc, dan extrudate swell l. keempat cara pengukuran di atas dapat digunakan untuk lelehan yang homogen.
Pengukuran langsung N1 mengindikasikan suatu ketergantungan paralel dari η dan N1 pada ф. Dalam dynamic testing isochronal G’ menunjukkan terutama sifat PDB.
Bagley entrance-exit pressure drop correction Pc merupakan metode lain untuk menentukan kontribusi elastic. Plot Pc terhadap σ12 untuk cairan fase tunggal tidak bergantung pada diameter capiller, suhu dan berat molekul tetapi sangat sensitif terhadap perubahan profil aliran. Untuk immiscible PAB kurva (plot) tersebut sangat berguna untuk menginterpretasikan stress, suhu, dan komponen yang bergantung pada perubahan morphologi.
Untuk extrudate swell ada 2 mekanisme yakni:
1) Dikaitkan dengan keadaan steady state, stress induced straining dalam cairan homogen
2) Ditimbulkan oleh deformasi fase terpisah.















BAB IV
COMPOSITES

Pengertian composite dapat ditinjau dari beberapa tingkatan antara lain tingkat basis, atau elemen, tingkat infrastruktur dan tingkat makrostruktur. Disini lebih ditekankan pada tingkat makrostruktur dan secara inklusif meliputi dua karakteristik yakni :
1. Konstituen tunggal membuat sempurna suatu komposit yang secara kimiawi berbeda.
2. Konstituen penyusun komposit tidak saling melarutkan.
Maka berdasar pada bentuk struktur dan komposisi konstituen, komposit dapat didefinisikan sebagai berikut:
 Komposit adalah suatu sistem material yang tersusun dari campuran atau kombinasi 2 atau lebih makro konstituen yang berbeda dalam dan atau komposisi material dan yang utama tidak saling melarutkan.
Banyak pihak yang masih memperdebatkan definisi diatas ditinjau dari aplikasi integrated layer atau engineering plastics termasuk composite material atau composite struktur. Daripada memperdebatkan kedua pengertian diatas lebih bermanfaat membuat pengertian / kejelasan antara “mill composite” dan “specialty composite”. Mill composite adalah pelapisan nonmetallik, clad metals, dan hoalycomb yang diproduksi dalam standar dan berguna untuk aplikasi yang berbeda-beda. Sedangkan specialty composite adalah ban, hidung roket, dan glass-reinforced plastics boats yang didesain dan diproduksi khusus untuk aplikasi tertentu.

Konstituen Komposit
Komposit dapat dibangun dari beberapa kombinasi dari 2 atau lebih material apakah berupa/bersifat metalik, organik atau anorganik. Kombinasi material tak terbatas, tetapi bentuk konstituen terbatas. Bentuk konstituen utama dapat berwujud fiber, lapisan, flake, filler dan matriks. Matriks merupakan komponen / kontituen utama yang mendukung komposit dan memberikan bentuk bulk, sedangkan kontituen struktural menentukan struktur internal komposit. Konstituen struktural antara lain fiber, partikel, lamina/lapisan, flake, dan filler.




Gambar 17. Bentuk Konstituen
Sebagian besar komposit tersusun dari konstituen struktural yang terikat kuat dalam suatu matriks, tetapi banyak pula komposit yang tidak mempunyai matriks. Contohnya sandwich atau laminates seluruhnya tersusun dari pelapis (layer) yang bersama-sama membentuk komposit.
Dalam penggabungan konstituen struktural dan matriks terjadi ikatan interface, dan interfase bila antara matriks dan konstituen struktural tidak mempunyai daya gabung kuat.

matriks

interfase fiber

interfase (bonding agent)
Gambar 18. Interfase antara fiber dan matriks
Distribusi konstituen dalammatriks ada 2 cara :
1. Tipe homogen diaman konstituen dalam bentuk repetitive dan teratur dengan penampang yang merata dan density yang sama pada seluruh sistem.
2. Graded atau gradient composites dimana bentuk konstituen bervariasi dan tidak repetitive dalam sistem. Contohnya laminated material yang tersusun dari beberapa lapisan berbeda. Filament wound composte termasuk didalamnya.
Baik komposite tipe 1 dan 2 konstituen struktural dapat diatur dalam posisi teorientasi atau acak.




Gambar 18. Gradient Composite
Dalam klasifikasi komposite ada beberapa sistem yang dapat digunakan. Hal ini didasarkan pada gabungan material dasar seperti metal organik atau metal inorganik atau bulk form characteristics antara lain sistem matriks atau laminates. Dasar lain meliputi distribusi konstituen dengan contoh continous atau discontinous, dan yang terakhir berdasar fungsi misalnya bersifat elektrik atau struktural. Dalam bahsan ini menggunakan dasar konstituen strukutural.

Klasifikasi Komposit
Klasifikasi komposit berdasar kontituen struktural yaitu:
1. fiber composite, tersusun dari fiber dengan atau tanpa matriks
2. flake composite, tersusun dari flat-flake dengan/tanpa matriks
3. particulate composite, tersusun dari partikel dengan/tanpa matriks
4. filled composite, tersusun dari continous skeletal matrks diisi dengan material kedua
5. laminar composite, tersusun dari lapisan-lapisan atau konstituen laminar





Gambar 20. Komposit Gelas
Faktor-faktor yang menetukan sifat dan tingkah laku meliputi :
• jenis material dari konstituen
• pengaturan bentuk dan struktur konstituen
• interaksi antar konstituen
Jenis material konstituen merupakan faktor paling penting dalam menentukan sifat-sifat komposit. Sedangkan interaksi antar konstituen memeberikan sifat baru dan akan terkombinasi dengan pengaruh dari jenis material. Struktur dan bentuk konstitueen memberi kontribusi pula pada sifat komposit. Bentuk, ukuran, pengaturan struktural dari masing-masing konstituen dan distribusi serta jumlah mereka merupakan faktor penting dalam memberi andil kepada seluruh sifat dan kinerja komposit.
Ada 3 cara menentukan paket sifat-sifat komposit yakni:
1) Penjumlahan (Summation)
Cara yang paling nyata mengikuti aturan campuran sederhana dan suatu penjumlahan sifat-sifat masing-masing konstituen hasilnya. Disini kontribusi masing-masing bersifat bebas, misalnya density komposit merupakan jumlah dari fraksi volume dikalikan density dari masing-masing konstituen. Aturan ini juga berlaku untuk penghitungan konduktivitas listrik dan sifat perpindahan panas komposit laminar.
2) Complementation
Masing-masing konstituen akan saling memberi melalui kontribusi terpisah dan sifat-sifat yang nyata. Contohnya banyak clad material dan laminate tersusun sebagai suatu lapisan yang memberi sifat tahan korosi, penampilan menarik, atau sifat permukaan lain plus suatu lapisan yang lebih kuat. Metal-filled plastics dimana partikel lead terdispersi dalam vinyl sheet sehingga memiliki daya serap suara yang baik.
3) Interaksi
Ini terjadi bila aktivitas salah satu konstituen tidak bebas dari aktivitas konstituen lainnya. Sifat akhir komposit biasanya terletak diantara sifat-sifat konstituen penyusunnya, atau lebih tinggi dari sifat konstituen penyusunnya.
Yang paling diinginkan adalah perbaikan sifat-sifat. Contoh klasik adalah glass-fiber reinforced plastics dimana kekuatan komposit lebih tinggi dari kekuatan fiber dan plastiknya. Kenaikan kekuatan komposit ini dikarenakan deformasi dari 2 konstituen tidak bebas satu sama lain. Pertama kali plastik yang memiliki modulus dan kekuatan rendah menggeser (deforms) dan mendistribusikan stress ke fiber glass yang memiliki kekuatan tinggi. Bila fiber glass tidak mampu menahan stress, maka stress dikembalikan ke seluruh plastik atau fiber lainnya.
Sifat dan keberhasilan interface antara konstituen komposite bergantung pada tingkatan pada interface. Apa yang terjadi pada interface bergantung pada reaksi antara permukaan konstituen atau antara permukaan-permukaan dengan bonding fase (bonding agent). Reaksi tersebut meliputi fenomena chemical compability, adsorption characteristics, wettability, dan stress yang timbul karena perbedaan ekspansi.


IV.1. FIBER COMPOSITE (FIBER-MATRIX COMPOSITE)
Material komposit tipe fiber menjadi paling menarik untuk aplikasi struktur. Dalam pengembangan selanjutnya ditemukan keuntungan khusus yang diberikan oleh metal, ceramic fiber, hollow fiber, fiber dengan penampang non sirkular dan matriks menjadi lebih kuat , lebih kaku dan lebih tahan panas.
Cara paling efisien yang diperoleh adalah menggabungkan material berwujud fiber yang mempunyai kuat tarik tinggi, modulus elasticity tinggi dengan material yang ringan, kuat tarik dan modulus elasticity rendah. Reinforced material alami yang umum digunakan adalah bambu, sedangkan material seperti plastik, rubber, keramik dan metal sekarang diperkuat dengan fiber. Penggunaan reinforced material mulai barang yang memerlukan kinerja rendah sampai dengan benda yang memerlukan kinerja tinggi seperti rumah motor roket.
Biasanya satu fiber dipilih untuk memperbaiki sifat tertentu sedangkan yang lainnya untuk memperbaiki sifat lainnya. Misalnya conveyor yang terdiri dari asbestas-metal-fiber composite digunakan untuk mengangkat material panas dan berat. Fiber-fiber composite tidak memiliki matriks dan hampir tidak bergantung pada bahan pengikat (compatibiliser), sedangakn fiber-matrix composite tidak hanya mempunyai 2 konstituen tetapi biasanya ada bahan pengikat.
Faktro-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu fiber-matrix composite yang paling penting adalah orientasi, panjang, bentuk, komposisi fiber, sifat mekanika matrks, dan penyatuan (integritas) oleh ikatan antara fiber dan matriks. Dari sekian faktor tersebut diatas yang paling penting adalah orientasi.

Orientasi
Orientasi fiber dimaknai dengan bagaimana strand tunggal diletakkan akan menentukan kekuatan mekanik komposit dan arah mana akan diperoleh kekuatan yang terbesar. Ada 3 jenis orientasi fiber yaitu:
1) Orientasi satu arah akan memberikan kekuatan maksimum pada komposit dan modulus pada arah sumbu fiber.
2) Orientasi dua arah disebut juga planar memberikan kekuatan berbeda pada masing-masing arah orientasi fiber.
3) Orientasi tiga arah artinya penguatan dilakukan pada 3 arah, tetapi penguatan yang dialami hanya sepertiga dari nilai penguatan satu arah. Sifat mekanik pada masing-masing arah orientasi adalah proporsional dengan jumlah volume fiber yang terorientasi pad setiap arah. Bila orientasi fiber menjadi lebih acak, sifat mekanik pada segala arah menjadi lebih rendah.
Orientasi pada berbagai arah dapat dinyatakan pada gambar 21.







Gambar 21. Jenis material fiber reinforcement

Panjang Fiber
Orientasi fiber dalam matriks dapat dibentuk dengan fiber kontinyu atau fiber pendek. Meskipun fiber kontinyu terorientasi lebih efisien tetapi tidaklah lebih baik. Secara teoritis fiber kontinyu dapat memindahkan suatu beban yang dikenakan padanya ke bagian lain melalui continous load path. Dalam praktek hal ini tidak akan tercapai karena tidak mungkin memperoleh kuat tarik yang sama sepanjang fiber dan dalam continous fiber structure, fiber akan bebas stress yang tidak mungkin terjadi dalam praktek.
Fiber lebih pendek sebagai konstituen komposit, jika fiber terorientasi secara memadai dapat membuat komposit mempunyai kekuatan lebih besar dari yang tersusun dari fiber kontinyu.

Bentuk Fiber
Dalam praktek semua fiber yang akan digunakan mempunyai penampang bulat baik untuk fiber yang kontinyu maupun yang lebih pendek, tetapi bentuk penampang heksagonal, poligonal, segiempat, bulat berongga atau tidak teratur memberi harapan perbaikan sifat mekanik.
Umumnya diameter fiber semakin kecil akan memberikan kekuatan lebih besar. Filamen dengan penampang segiempat memungkinkan packing hampir sempurna, tetapi pada packing ± 85% volume glass kekuatan komposit lebih bergantung pada ikatan gelas dengan matriks daripada glass itu sendiri.
Fiber whisker kristal dengan penampang heksagonal mempunyai kekuatan paling besar tetapi penanganan dan penggabungannya ke suatu fiber composite sukar.

Komposisi Fiber
Serat fiber dapat terbuat dari bahan organik dan anorganik dengan karakteristik sebagai berikut:
Serat Organik Serat Anorganik
• Cellulose, polipropilen, graphite
• Ringan, fleksibel, elastis dan heat sensitive
• Banyak yang memuaskan ditinjau dari kebutuhan strength dan elastisitas
• Graphite yang paling populer • Gelas, tungsten, keramik
• Strength sangat tinggi, rigid, heat-resistance, fatigue resistance, dan daya serap energi rendah
• Gelas yang paling dominan.

Matriks
Merupakan konstituen paling besar daam fiber composite dan mempunyai fungsi sangat penting yakni akan mengalami geseran dan mengalihkan stress ke konstituen fiber yang mempunyai modulus tinggi ketika dikenai beban. Disamping itu selama proses matriks harus membungkus fiber tanpa shrinkage berlebihan yang dapat menimbulkan internal strain pada fiber.

Bonding Phase (Bonding Agent)
Fiber composite mampu menahan stress yang lebih tinggi daripada konstituen dan matriks penyusunnya. Hal ini dikarenakan terjadinya interaksi antara matriks dan fiber dan pendistribusian stress sangat bergantung pada kualitas coupling atau pengikatan kedua konstituen (fase)
Ada beberapa teori mengani pengaruh material pengikat baik pengikatan secara kimiawi maupun secara mekanik seperti fungsi dari coupling agent. Ternyata kedua teori pengikatan terjadi bersamaan.
Adanya ruang udara sangat harus dihindari karena di ruang tersebut fiber tidak diikat oleh matriks. Pada keadaan terbebani komposit telah mengalami keretakan (pecah setempat). Lemahnya ikatan antara matriks dan fiber merupakan sebab lain terjadinya kerusakan awal (early failure). Bila ikatan pecah berarti terjadi pemisahan fiber dari matriks. Coupling agent harus digunakan untuk lebih memperkuat ikatan untuk melawan shear forces.

IV.1.1. Tipe Matriks Fiber (Type of Fiber Matrix)
Ada kelompok matriks yang meliputi organis fiber in organic matrix, inorganic fiber in organic matrix, inorganic fiber in inorganic matrix dan organic fiber inorganic matrix.
1.1.1. Organic fiber in organic matrix
Contoh paling tepat adalah ban kendaraan roda empat, dimana ban tersusun dari benang nilon dan serat rayon terikat pada karet ban. Ketahanan stress ban dikarenakan benang nilon dan rayon serta fleksibilitas ban karena karet ban. Contoh lain yang lebih baru adalah plastik mengandung serat graphite untuk memperbaiki sifat heat resistance.
1.1.2. Inorganic fiber in organic matrix
Dalam sistem ini umumnya tersusun dari fiber, matiks dan coupling agent dan komposit ini mempunyai kekuatan tinggi dan ringan. Fiber umumnya dari gelas atau metal, dan matriks umumnya dari thermosplastik dan thermoset. Thermoplastk yang lazim digunakan antara lain polistiren, polikarbonat, PVC dan nilon, sedangkan thermoset meliputi antara lain unsaturated polyester, epoxy resin, silicon dan phenolformaldehida.
Coupling agent merupakan senyawa kimia yang mampu mengikat fiber dan pihak lain mengikat matrix, karena agent ini mempunyai gugus bersifat polar dan gugus lain ynag mampu berikatan dengan matriks coupling agent ada 2 jenis yakni chrome complex dan silane compound.
Mekanisme kerja agent ini dapat dilihat pada gambar 22.

....
…. Reaksi gelas dengan matrix
reaksi … matrix
dengan gelas …

fiber …
coupling agent

Gambar 22. Mekanisme kerja coupling agent

1.1.3. Inorganic fiber in inorganic matrix
Dalam rangka memperoleh kinerja pada suhu tinggi tidak mungkin menggunakan material organik, maka diperlukan penggabungan inorganic fiber dan inorganic matrix. Komposit metal reinfoeced dengan alumina whisker merupakan salah satu komposit jenis ini. Komposit ini memiliki kuat tarik yang jauh lebih besar dan kekerasannya dua kali lipat dari silver murni.
Silicon carbide whiskers digunakan dalam nickel, maka whisker dan nickel bereaksi, sehingga untuk menghindari reaksi tersebut whisker dilapisi dengan metal. Penggabungan whisker ke dalam komposit dapat melalui proses slip casting atau powder metallurgy technique.
Metal fiber digunakan untuk penguat metal. Tungsten-wire-copper-matrix composite lebih kuat dari pada bentuk bulk, dan molybdenum-fiber-titanium-matrix composite mempunyai strength pada suhu tinggi lebih baik dari titanium alloy. Sistem filamen dari titanium alloy-matrix yang direinforce dengan filamen beryllium digunakan untuk jet engine compressor blade.
Tipe dari fiber composite dibuat dengan cara infiltrating suatu sintered mat dari fiber baja dengan alloy yang mempunyai titik leleh lebih rendah dan berguna untuk aplikasi pada suhu tinggi. Jika fiber composite ini dilelehkan kembali alloy dengan titik leleh lebih rendah akan mencair tetapi tidak mengalir keluar. Composite jenis ini digunakan untuk unlubricating bearing, sama seperti stainless steel copper system yang sangat baik untuk bulk brazing material.
Reinforcing metal, metal fiber digunakan bersama ceramic material. Penggabungan fine metal skeleton dalam refractory ceramic akan meningkatkan strength dari ceramic, shock resistance dan sifat thermal.
1.1.4. Organic fiber in inorganic matrix
Graphite fiber yang ringan juga digunakan untuk memperbaiki thermal-shock resistance dari ceramic, graphite adalah salah satu material yang mempunyai sifat paling baik pada tinggi dan membuat suatu penguatan yang ideal untuk refractory-ceramic material. Meskipun graphite akan teroksidasi dalam udara pada suhu 4270C, tetapi dalam refractory ini ia tidak teroksidasi karena ia diselimuti oleh ceramic matrix.
Kita juga mengenal fiber-fiber composite yang terdiri dari 2 jenis yakni:
• Organic-organic
Banyak fiber sintetik yang mempunyai ketahanan kimia, sifat mekanik dan elektrik baik digabungkan dengan organic fiber alami membentuk non woven, woven atau knit-fabric yang murah dan sangat ringan.
Ikatan dengan adhesive pada keadaan tertekan atau thermoplastic fiber pada suhu yang menyebabkan melembut dan terkunci maka fiber composite ini memiliki tensile strength yang lebih besar dari material yang tidak terikat. Kelemahan organic fiber composite ini adalah strength yang rendah dibandingkan dengan penggunaan inorganic fiber, disamping itu organic fiber dapat mengalami aging dan weathering.








• Organic-inorganic
Aplikasi dari sistem meliputi gasket, oil pad, tape, seal filter dan conveyor belt.

IV.2. FLAKE COMPOSITE
Banyak aplikasi dimana elemen 2 arah (dimensi) atau flake lebih dipilih karena bentuk flat dapat dikemas bersama lebih padat dari bentuk lain. Penggabungan dalam matriks dibuat pararel pada bidang datar akan memberikan sifat yang sama pada segala arah pada bidang datar tersebut, tetapi mempunyai strength yang kecil pada posisi tegak lurus pada datar tersebut. Struktur flake overlapping pada arah bidang datar memberikan sifat barrier terhadap penetrasi fluida / uap ke matriks.
Pengaturan bentuk dan orientasi flake akan memberikan efek dekoratif khusus misalnya flake alumunium digunakan untuk cat mobil dan plastik cetak untuk memberi efek warna dekoratif dengan berbagai tingkat transparansi.
Flake dapat terbuat dari mica, gelas, metal atau perak. Hampir semua flake dapat digunakan dengan berbagai binder organic maupun inorganic atau matriks sepanjang material tersebut secara mekanik dan kimia, serta compability dengan flake.
Beberapa contoh flake dan aplikasinya:
1) Glass-flake composite
Komposit ini memiliki sifat lebih unggul daripada conventional glass-fiber dan banyak digunakan untuk missile fin, ablative nose cone, windshield, exhaus nozzle, electronic gate, dan electronic-circuit frame.
2) Mica-flake composite
Mica-flake dapat berasal dari alam atau sintetis. Meskipun tidak sebesar/ seluas glass-flake pemanfaatannya, tetapi paling banyak digunakan bila dielectric strngth dan heat resistance yang menjadi tuntutan utama dari aplikasi. Bentuk dan ukuran mica-flake dapat diperoleh mulai dari yang paling halus (powder) sampai dengan yang paling besar (film atau sheet). Dalam pembuatan komposit perlu bantuan binder dan contoh aplikasi komposit ini antara lain untuk heater plate.
3) Graphite-flake composite
Compact-flake-graphite iron dikenal dengan CFG tersusun oleh gray iron, flake yang lebih pendek, lebih tebal, dan lebih tumpul ujung / tepiannya dengan strength 35 MPa, good machinability, thermal properties dan dapat dicetak secara casting. CFG-iron dapat menjadi suatu standard casting material dengan rentang sifat-sifat mulai dari gray iron atau nodular iron.
4) Metal-flake composite
Metal-flake dapat digunakan dalam matriks yang memberikan impermeable barrier, ketahanan korosi, memperbaiki sifat thermal dan electric conductivity kepada composite serta efek dekoratif.
Metal-flake meliputi antara lain alumunium, perak dan perkembangan baru adalah alumunium diboride (AlB2). Material flake ini mempunyai density sepertiga dari density baja, lebih kaku dan dapat bergabung baik dengan epoxy dan phenolic matrix. Ternary composite terdiri dari lapisan-lapisan saling berganti antara flake reinforced dan glass fiber reinforced epoxy. Flake composite tersebut memiliki tensile dan flexural modulus ke segala arah yang superior. Boron composite mempunyai sifat compressive strength paling baik, dan glass fiber reinforced composite memiliki tensile strength dan flexural strength yang paling tinggi.

IV.3. PARTICULATE COMPOSITE
Particulate composite mempunyai konstituen additive yang macroscopic dengan satu atau dua arah (dimensional). Jenis komposit ini berbeda dengan jenis fiber dan flake dimana konstituen additive mendistribusi secara acak sehingga komposit biasanya bersifat isotropik. Contohnya adalah dispersion-hardened alloy dan cermet.
Kekuatan dari suatu dispersion-hardened composite berbanding lurus dengan kekerasan partikel yang terdispersi terutama pada suhu tinggi. Kekuatan ikatan strain antara permukaan partikel dan matriks juga mempengaruhi kekuatan (strength).
Dispersi partikel dalam metal sangat mengembangkanrentang suhu aplikasi misalnya sintered alumunium-powder alloy yang mempunyai daerah stretching yang bermanfaat pada 5300C dimana ini lebih tinggi dari heat-treated alumunium alloy.

3.1. Cermet
Cermet adalah campuran antara ceramics dan metal yang memberi peluang bagi engineer suatu kesempatan menggabungkan sifat-sifat dan memperoleh keuntungan dari kedua karakteristik. Struktur cermet tersusun dari ceramics grains dan matriks. Jumlah matriks biasanya dapat sampai 30% total volume. Cermet composite terbentuk melalui powder-metalurgy technique dan diperoleh rentang sifat-sifat yang lebar bergantung kepada komposisi dan volume dari konstituen ceramic dan metal.
Jenis Cermet dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Oxide-base cermet
Karakteristik yang menarik dari oxide-base cermet bahwa metal atau ceramic dapat berbentuk powder atau konstituen matriks. Nilai dari sifat-sifat sangat bervariasi dan komposisi dapat dibuat sesuai permintaan/ kebutuhan. Sifat-sifat composite ini sangat bergantung pada volume material binder.
Oxide-base cermet banyak digunakan secara luas sebagai tool material, thermocouple protection tube, mechanical seal, gas turbine flame holder, produk tempaan.
Contoh : - 28 % Al2O3-72% cermet  improve thermal shock resistance
- 80% Cr-20% Mo, SS  conductivity thermal baik
2. Carbide-base cermet
Ada 3 kelompok jenis ini yakni tungsten carbide, chromium carbide, dan titanium carbide
2.1. Tungsten carbide
Cermet ini memiliki sifat compressive strength , hardness, rigidity, dan abrasion resistance yang baik. Untuk penggabungan konstituen cermet ini digunakan cobalt dapat sampai 35% volume sesuai dengan sifat-sifat yang dibutuhkan. Binder mempengaruhi sifat cermet, semakin besar binder digunakan ketiga sifat diatas akan menurun, tetapi sebaliknya density dan tranverse rupture strength meningkat.
Aplikasi : wire-drawing dies, precision rolls, gages, valve parts dan cutting-tool material.
2.2. Chromium carbide
Material ini memiliki sifat tahan terhadap oksidasi, ketahanan korosi bagus, thermal expansion tinggi, density rendah, dan titik leleh paling rendah.
Aplikasi : valve part, oil-well check valve, spray nozzle, bearing seal ring, pump rotor, dan bearing yang mempunyai compressive strength dan rigidity tinggi hingga mampu berfungsi untuk beban sangat tinggi.
2.3. Titanium carbide
Material ini mempunyai sifat thermal-shock resistance, retention of strength baik pada suhu tinggi dan modulus elasticity baik.
Binder cebalt kurang tahan terhadap oksidasi, maka diganti dengan binder nickel.
Aplikasi : gas-turbine nozzle vanes, bucket, integral turbine wheels, hot upsetting anvils, hot-spinning tool, valve seat, dan hotmill rolls quides.

3.2. Dispersion-Hardened Alooys
Komposit ini tersusun dari dispersion-hardened alloy yang keras dan metal matrix lebih lunak. Alloy ini berbeda dengan cermet dimana konstituen dispersed particle hanya merupakan jumlah yang kecil kadang-kadang tidak lebih dari 3% volume.
Karakteristik partikel sangat mempengaruhi sifat dari dispersion-hardened composite terutama sifat strength. Jumlah jarak antar partikel suatu alloy tertentu akan menentukan ductility lebih baik dan konduktivitas thermal dan elektrikal lebih tinggi. Jarak antar partikel 0,2 – 0,3 mikrometer memberikan sifat paling baik. Ukuran partikel juga merupakan faktor penting. Jika ukuran partikel bertambah maka kebutuhan material lebih sedikit untuk memperoleh jarak antar partikel yang diinginkan. Dispersi yang baik menghambat pertumbuhan grain yang merupakan titik lemah pada suhu 10930C nickel murni dan alloynya.
1. Dispersion-hardened metal system
Beberapa sistem alloy ini telah sukses uji laboraturium dan tahap pengembangan, antara lin alumunium, nickel, tungsten, copper dan titanium. Alumunium alloy menunjukkan keberhasilan melalui dispersion-hardening. Ada 2 kelompok dispersion-hardened alumunium alloy yang telah memasuki pasar yakni AIAG alooy yang kini dikenal dengan SAP alloys, dan APM alloys. SAP alloys diproduksi melalui teknik oksidasi permukaan, sedangkan APM alooys dihasilkan melalui atomizing liquid alumunium dan membentuk insoluble intermetallic compound. SAP dan APM alloy strength tetap terjaga baik sampai dengan suhu 5380C, tetapi ductilitynya lebih rendah dari wrought-alumunium alloy pada 3160C. SAP alloys telah digunakan untuk piston dan impeller pada industri pesawat terbang. Tungsten alloy telah digunakan sebagai filamen lampu dengan sukses selama 30 tahun.
2. Metal ini metal and metal in plastic material
Metal in metal composite tersusun oleh partikel metal dalam metal matrix, hal ini telah menjadi penting dala industri material. Steel dan copper based alloy yang mengandung partikel tembaga merupakan ciri dari kelompok ini. Metal in plastic terususun dari partikel metal dalam plastic matrix. Rentang metal-filled plastic sangat luas.
Filler alumunium bermanfaat mulai sebagai fungsi dekorasi sampai dengan perbaikan thermal conductivity. Bila kandungan partikel alumunium 30% volume akan meningkatkan thermal conductivity sebesar 30% terhadap epoxy resin, tetapi electrical resistivity menurun.
Bila partikel besi dan baja ditambahkan dalam polimer leleh cenderung mengendap karena density logam tersebut berbeda dengan polimer. Penambahan partikel tembaga ke dalam plastik leleh akan terjadi kecepatan pengendapan partikel tersebut karena perbedaan density yang relatif besar. Masalah ini dapat diminimalisasi dengan memperbesar volume tembaga yang ditambahkan. Aplikasi alloy ini meliputi coloring material, bearing dan friction material, magnetic material dan nuclear application.
3. Metal in ceramic and non metallic ini non metallic
Composite tersusun dari partikel metal dalam ceramic matrix telah digunakan dalam industri dalam waktu cukuplama. Copper-graphite composite digunakan sebagai segmen commutator dan motor brushes. Partikel nonmetallic dalam nonmetallic matrix termasuk oxidation-resistant graphites mengandung zirconium diboride, boron, dan silicon. Thermal-shock-resistance refractories merupakan gabungan dari graphite dan zirconium carbide, silicon carbide dan graphite, zirconium diboride dan boronitride atau alumunium oxide dan zirconium oxide.

IV.4. FILLED COMPOSITES
Filled composite sederhana tersusun dari matrikx berstruktur tiga dimensi kontinyu yang dimasuki atau dibungkus dengan filler. Filler juga mempunyai struktur tiga dimensi. Matriks sendiri dapat berbentuk honeycomb, kumpulan cell atau random spongelike network dari pori-pori terbuka. Sebagian besar filled composite dengan matriks berstruktur baik dan filler berfungsi menambal atau memberikan permukaan yang lebih disenangi dan mempernbaharui permukaan sendiri. Metal-powder part dan casting tidak dapat diterobos atau alloy mempunyai sifat melumasi sendiri.
Dalam sebagian besar filled composite, matriks berfungsi sebagai framework dan filler memberikan sifat engineering yang diinginkan atau sifat fungsional. Meskipun matriks merupakan pembentuk bulk composite, namun bila penambahan filler dalam jumlah besar, maka filler akan menjadi dominan sehingga memberi kontribusi menonjol pad sifat strength dan struktur composite secara keseluruhan. Untuk memperoleh sifat optimal konstituen pada filled composite harus kompatibel dan tidak terjadi reaksi kimia/degradasi yang dapat merusak sifat-sifat komposit.

4.1. Filled Honeycomb and Cells
Ada beberapa tipe yakni:
1. Metal ceramics
Tersusun dari metal honeycomb structure diisi dengan ceramic dan dapat digunakan dalam suatu situasi dimana flux panas sangat tinggi pada waktu-waktu yang singkat.
2. Nonmetallic-ceramics
Pemenuhan suhu tinggi dapat pula diberikan oleh nonmetallic matrix seperti kertas atau lilin. Matriks terbakar habis selama atau sebelum pemakaian sehingga tinggal ceramic bentuk pensil dengan gap kecil.
3. Metal-nometallic
Suatu metal honeycomb structure dapat pula dimiliki oleh nonmetallic material yang mampu menahan getaran (vibrasi) dan pelengkungan (flexing). Misalnya suatu metal-silica honeycomb dapat dilengkungkan sampai patah tanpa ada silica jatuh keluar. Material seperti fiber-reinforced epoxy dan silicon rubber dapat diklasifikasi sebagai metal-honeycomb structure.

4.2. Filled Sponge and Pores
Sebagian filled composite yang digunakan sekarang terbentuk dari suatu random network of open passage atau porous. Jenis material dari struktur ini dan menggunakan untuk mengisinya antara lain metal casting, powder metal part, ceramic, carbide, graphite dan foam. Pemilihan material untuk mengisi network of a spogelike structure bergantung pada sifat komposit yang dikehedaki.
1. Metal-metal
Metal filled metal matrix dimakssudkan untuk:
• Mengatasi kelemahan yang dimiliki struktur porous alam karena metal-filled metal matrix dapat dilakukan pengisian bagian porousnya dengan metal lain untuk mendapatkan sifat yang dikehendaki
• Memberikan pendekatan yang genius terhadap masalah pada penggunaan metal pada suhu tinggi. Jika material dapat dibuat porous pada suhu tinggi berarti ia harus dapat dilapisi dengan metal yang mempunyai titik cair lebih rendah dalam rangka memperoleh karak-teristik yang diperlukan. Syarat utamanya kedua metal tidak saling melarutkan. Aplikasi bayak digunakan pada bearing
2. Metal-nonmetallic
Sifat engineering porous metal structre dapat ditingkatkan dengan melapisi/membungkusnya dengan non metallic fluid lubricant atau resin cair. Bila pelapisan menggunakan plastik akan diperoleh perbaikan pada ketahanan korosi dan pressure tight.
3. Nonmetallic-nonmetallic
Aplikasi komposit antara lain graphite pipe, structural shape, dan heat shield.
4. Nonmetalic-metal
Dengan memasukkan metal cair ke porous sermet diperoleh beberapa jenis komposit. Komposit ini tersusun dari steel matrix yang mengandung titanium carbide dan dapat diproses dengan mesin secara mekanik (machining) dan heat-treated serta memiliki good wear resistance. Beberapa metal berbeda dapat ditambahkan bergantung sifat yang dikehendaki

Aplikasi Material
Punches, dies, gages

Bearing application

Relay, interrupter, circuit breaker, dan electrical brushes • Heat-treatable alloy-steel matrix
• Austenicitc-steel matrix
• Graphite impregnated with metallic seperti copper, bronze atau silver
• Metal-impregnated graphite material

4.3. Microspheres
Microsphere adalah filler yang sangat bagus digunakan dalam plastik jenis thermoplastik mauppun thermoset dan material lain. Filler ini memberi keuntungan ekonomis berupa penurunan biaya, sedangkan dari segi teknis meningkatkan strength, menurunkan density, dan mengatasi masalah warpage dan shrinkage. Filler ada 2 jenis yakni:
1. Solid spheres
Solid sphere ini terbuat dari soda-lime glass dengan ukuran diameter 0,004-5,00 mm (ukuran ideal 0,004-0,0038 mm) dan specific gravity ± 2,5. Bila ditambahkan ke epoxy akan meningkatkan flexural modulus, flexural strength, compressive strength dan mengurangi elongasi. Pencampuran dengan nylon 6/6 akan memberikan keuntungan berikut ini:
• Ketahanan terhadap nyala api (flameability) meningkat
• Perbaikan sifat tensile strength, ketahanan abrasi, deformasi under load lebih rendah, permukaan lebih halus.
Coupling agent dapat digunakan untuk melapisi sphere dalam rangka memperoleh ikatan yang lebih baik antara sphere dan plastik. Penambahan coupling agent berkisar 3-7% perkilogram plastik.
2. Glass sphere
Glass sphere bersifat isotropik dan akan memperbaiki warpage dan mengurangi shrinkage, proses relatif lebih mudah/lancar. Metode proses digunakan antara lain ekstrusi, injection molding, blow molding, compression molding dan transfer molding.

IV.5. LAMINAR COMPOSITES
Laminar atau layered composite tersusun dari dua atau lebih lapisan-lapisan berbeda yang terikat bersama-sama. Lapisan penyusun komposit dapat berbeda dalam bentuk material dan atau orientasi. Dalam sandwich material seperti honeycomb core layer berbeda bentuk dengan lapisan permukaan sedangkan lapisan diantaranya dapat sama atau berbeda.
Sebagian besar sifat-sifat laminar composite cenderung anisotropik yaitu lapisan satu dengan yang lain berbeda membentuk suatu fungsi yang jelas dan terpisah. Laminar composite adalah unik karena mampu menggabungkan keunggulan yang dimiliki oleh komposit-komposit lain.
Untuk meningkatkan sifat dapat ditempuh dengan penggabungan banyak matriks yang masing-masing mengandung partikel yang berbeda baru digabungkan lagi dengan material lain. Contohnya : reinforced-plastic sheet (fiber in matrix) di clad dengan copper untuk memperoleh printed circuit dengan kombinasi strength, electrical conductivity dan electrical insulation. Laminate ini selanjutnya diikatkan ke komposit lain (sandwich) untuk memperoleh peningkatan strength, vibrating dumping, atau thermal insulation untuk penggunaan di pesawat terbang. Sandwich itu dapat tersusun dari suatu gabungan beberapa komposit, misalnya permukaan luar terdiri dari dispersion-strengthened metal (particle in matrix). Inti adalah foam-filled honeycomb.
Laminar composite dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu sandwich dan laminate.
5.1. Sandwich
Tujuan utama adalah memperbaiki kinerja struktur atau lebih spesifik “high strength to weigth ratio”. Inti (core) berfungsi untuk memisahkan dan menjaga agar tidak terjadi pelipatan/mengkerut (bucking) pada saat pemberian penekanan bagian tepi, torsi, atau bending dan memberi struktur kaku, dan sangat efisien. Pertimbangan lain adalah memperbaiki thermal insulation, heat resistance dan vibration damping.

5.2. Laminate
Laminate adalah material komposit yang tersusun dari dua atau lebih superimbosed layer yang digabungkan bersama. Jika semua material dibagi menjadi menjadi organic dan anorganic maka ada 6 kombinasi yang dapat dibuat yakni:
1. Metal-metal
Ada 3 (tiga) kategori dasar dari metal-metal laminate yakni:
• Yang mengutamakan dekorasi permukaan
• Yang memberikan satu atau lebih sifat permukaan di luar kenampakan dan yang membuat laminate lebih murah dan atau lebih kuat dari permukaan awalnya
• Yang memberi sifat bulk atau resultante sifat
Precoated metal
Permukaan dibentuk dengan melapiskan konstituen kedua membentuk film tipis dan kontinyu. Pelapisan dapat melalui electroplating, hot dipping, dan chemical plating. Tin can merupakan hasil dari proses electrolytic tin plate, dan electrogalvanised steel banyak digunakan untuk roofing, dan corrosion resistance.
Clad metal
Clad lebih sesuai daripada precoated metal bila keadaan alam sekitar tidak bersahabat. Disini permukaan dibuat lebih tebal. Cladding dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain rolling, hot pressing, casting, extruding, brazing dan welding. Umumnya clad lebih tebal dari precoated metal, dan metal yang mengalami clad meliputi alumunium-clad uranium, copper-clad tungsten, molybdenum-clad nickel, copper, alumunium, gold, perak, tin dan timbal.
Beberapa clad material mempunyai lapisan tipis diantara pelapis utama. Untuk menghindari interaksi permukaan yang dapat berakibat pada fungsi masing-masing pelapis.
2. Metal-organic
Ada 2 jenis metal-organic laminates yakni yang mempunyai permukaan tipis dan permukaan lebih tebal. Untuk jenis pertama, metal di cat dahulu atau di prefinishing agar proses finishing dapat lebih cepat. Metal dasar biasanya adalah cold-rolled steel, tinplate, tin-mill black plate, hot-dipped dan electrogalvanisd steel.
Jenis kedua adalah plastic-metal laminate, dan yang paling mungkin kombinasi antara solid organic film dan metal, dan yang paling banyak dijumpai di lapangan adalah vinyl-metal laminate.
3. Metal-inorganic
Porcelain-enamelled steel atau copper dan ceramic-metal coated lainnya. Metal-reinforced ceramic coating digunakan untuk ruang pembakaran pesawat supersonik dan glass-lined steel digunakan dalam lingkungan yang korosif.
4. Organic-organic
Organic-organic laminate meliputi plastic faced wood, laminated paper, rubber fabric industrial belting. Contoh lain adalah resin-impregnated paper, cotton fabric atau mat dan nylon fabic.
5. Organic-inorganic
High pressure thermosetting plastic laminate dan glass-plastic laminate merupakan contoh utama dari organic-inorganic laminate. Pelapisan thermosetting resin pada reinforcing material, pelapisan material pada banyak layer dan curing dilaksanakan pada tekanan tinggi dan apnas akan menghasilkan high pressure laminate yang padat, keras dengan sifat kuat mekanik baik. Karakteristik unggul dari glass dan asbestes reinforced plastic laminate adalah corrosion resistance, electrical insulation dan strength to weight ratios.
Glass-plastic laminate umumnya tersusun dari dua atau lebih lapisan glass sheet dan satu atau lebih lapisan plastik digunakan sebagai safety glass pada mobil atau pesawat terbang. Bila menggunakan vinyl plastic maka tebal laminate untuk pesawat terbang 4-10 kali tebal laminate untuk otomotif.
6. Inorganic-inorganic
Semua organic laminates tidak banyak, tetapi yang paling menonjol adalah glass-glass laminate dan banyak digunakan untuk partisi, permukaan meja, countertop, dan sign, kadang-kadang juga untuk lensa khusus.

Combination Laminates
Penggunaan plastic laminate yang diikatkan ke material lain merupakan salah satu pemecahan masalah dari material. Material lain yang diikatkan dengan sukses pada laminate adalah baja, alumunium, karet, gabus, film plastik, asbestos, perak dan lainnya.
Salah satu penggunaan multifungsional laminate adalah untuk rocket nozzle dimana laminate ini tahan suhu 37600C. Penggunaan lain adalah dinding dari banyak laminate seperti gambar 23.








Gambar 23. Lapisan dinding nozzle dari missile

Industri ski memanfaatkan secara optimal keunggulan dari multilayer laminate seperti tergambar pada gambar 24. berikut.













Gambar 24. Multilayer laminate untuk ski.






DAFTAR PUSTAKA


1. Composite material handbook, Schwarrtz Mel M, Copyright Mc. Grant Hill Inc. USA
2. Polymer Alloy and Blends, Utracki Leszek A, Munich, Vienna, New York : Hanser 1989
3. Copolymers, Polyblends, and Composites, Norbert A. J. Platzer, Advance in Chemistry Seriee 142. American Chemical Society Washington DC. 1995